MAKALAH
Pendidikan Aqidah Akhlak dari segi Kejiwaan
Diajukan
Untuk Memenuhi Sebahagian Persyaratan
Mendapatkan
Nilai Tambahan Pada
Mata
kuliah “Ilmu Jiwa Belajar”
Oleh :
Moh.
Akbar Sukma
Hasnah Cuba Suryana
Hamzah Nur Hayati
Ruhevi Syam sam
Lukman
DOSEN PEMBIMBING
Prof. DR. Syarifudin Onddeng. M. Ag
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) DDI PINRANG TAHUN 2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt, Tuhan yang telah menjadikan ilmu sebagai sifat
kesempurnaan tertinggi. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada jujnjungan
kita, Muhammad saw.
Dan kami ucapkan banyak-banyak terima kasih keapada
Bapak Prof. DR. Syarifuddin Ondeng
Selaku Dosen pembimbing kami yang telah memberikan arahan-arahan cara-cara
menyusun makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Harapan kami,
semoga makalah ini dapat bermanfa’at bagi kita semua,sehingga kita dapat
mengambil hikmah dari makalah ini.
Sebelumnya penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya, apabaila dalam makalah
ini terdapat kesalahan baik dalam penulisan, maupun dalam penyusunannya. Karena
kami hanyalah manusia biasa yang tak pernah luput dari kesalahan dan
kekhilafan. Dan semoga makalah ini dapat
bernilai ibadah atau kebaikan disisi Allah. Amin.
Pinrang,
06 Mei 2012.
Penulis
Kelompok
III
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB
I : PENDAHULUAN.............................................................................1
A.
Latar Belakang masalah...............................................................................1
B.
Rumusan Masalah........................................................................................1
BAB
II : PEMBAHASAN..............................................................................3
A.
Apa Definisi Aqidah?...................................................................................3
B. Pengaruh Pendidikan Akidah dari segi
kejiwaan.........................................5
C.
Peranan pendidikan Akidah
dalam mengenal manusia akan dirinya........18
BAB
III : PENUTUP......................................................................................21
A. Kesimpulan................................................................................................21
B. Saran...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................vii
Pendidikan Aqidah
Akhlak dari segi Kejiwaan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah.
Pendidikan akidah merupakan asas
kepada pembinaan Islam pada diri seseorang. Ia merupakan inti amalan Islam
seseorang. Seseorang yang tidak memiliki akidah menyebabkan amalannya tidak
mendapat ridhoAllah swt. Ayat-ayat yang pertama diturunkan oleh Allah swt
kepada Nabi Muhammad saw di Makkah menjurus kepada pembinaan akidah. Dengan
asas pendidikan dan penghayatan akidah yang kuat dan jelas maka Nabi Muhammad
saw telah berjaya melahirkan sahabat-sahabat yang mempunyai daya tahan yang
kental dalam mempertahan dan mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Bilal bin
Rabah tidak berganjak imannya walaupun disiksa dan ditindih dengan batu besar
di tengah padang pasir yang panas terik.
B.
Rumusan Masalah.
Dari
uraian singkat diatas yang menjadi garis besar pembahasan makalah ini adalah
1. Apa Definisi Akidah?
2. Pengaruh Pendidikan Akidah dari segi
kejiwaan
3. Peranan pendidikan Aqidah dalam
mengenal manusia akan dirinya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Akidah.
Perkataan akidah berasal dari
perkataan bahasa Arab yaitu "aqada” yang bererti ikatan atau
simpulan. Perkataan ini juga digunakan pada sesuatu yang maknawi seperti akad
nikah dan akad jual beli. Dari ikatan atau simpulan yang maknawi ini maka
lahirlah akidah yaitu ikatan atau simpulan khusus dalam kepercayaan. Sementara
dari segi istilah, akidah bermakna kepercayaan yang terikat erat dan tersimpul
kuat dalam jiwa seseorang sehingga tidak mungkin tercerai atau terurai. Akidah
menurut istilah syara’ pula bermakna kepercayaan atau keimanan kepada
hakikat-hakikat atau nilai-nilai yang mutlak, yang tetap dan kekal, yang pasti
dan hakiki, yang kudus dan suci seperti yang diwajibkan oleh syara’ yaitu
beriman kepada Allah swt, rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam. Akidah adalah
apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, “Dia mempunyai akidah yang
benar,” berarti akidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati,
yaitu kepercayaan hati dan pembenaran terhadap sesuatu.
Akidah di dalamnya juga mencakup
rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, para malaikat Allah, Rasul-rasul
Allah, beriman kepada Hari Akhir dan beriman kepada qadar yang baik maupun yang
buruk.
Akidah yang benar adalah fundamen
bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal. Sebagaimana firman
Allah Swt: “Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya. “ (QS. Al-Kahfi: 110)
“ Dan sesungguhnya telah diwahyukan
kepadamu dan kepada nabi-nabi yang sebelummu, Jika kamu mempersekutukan (Tuhan)
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi’. “
(QS. Az-Zumar: 65)
“ Maka sembahlah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepadaNya. Ingatlah hanya kepunyaan Allah-lah agama yang
bersih dari syirik. “ (QS. Az-Zumar: 2-3)
Tidaklah perhatian saat itu kecuali
pelurusan akidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya
adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain
Dia. Selama 13 tahun di Makkah, nabi mengajak manusia kepada tauhid dan
pelurusan akidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam.
Para nabi dan rasul mereka membawa
syari’at masing-masing, sehingga dalam hal ini syari’at dibagi menjadi 2 yaitu
: I’tiqadiyah dan amaliyah.
Syari’at i’tiqadiyah memiliki
pengertian pada hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal, seperti i’tiqad
(kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah
kepada-Nya, misalnya, ber-i’tiqad terhadap rukun-rukun iman yang lain.
Sedangkan syari’at amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan
tata cara amal, seperti zakat, puasa, dan seluruh hukum-hukum amaliyah.
Syari’at i’tiqadiyah disebut
sebagai ashliyah (pokok agama) sedangkan syari’at amaliyah
disebut sebagai far’iyah (cabang agama).
B. Pengaruh Pendidikan Akidah dari Segi Kejiwaan
Setiap akidah mempunyai pengaruh
dalam jiwa orang yang berakidah yang mendorongnya untuk bertindak dan
berperilaku sesuai dengan keyakinannya. Keyakinan terhadap Allah mempunyai efek
yang dalam di jiwa muslimin yang mempunyai hasil secara riil dalam kehidupan
sosial mereka sehari-hari. Hal itu bisa dijelaskan secara global melalui
poin-poin berikut :
1. Ketenangan Jiwa
Manusia
beragama akan memperoleh ketenangan dalam akidahnya meskipun berbagai badai
peristiwa bergolak di sekitarnya. Akidah akan menjaganya dari kecemasan dan
ketegangan, dan menciptakan suasana kejiwaan yang penuh dengan ketenangan dan
harapan walaupun ia hidup dalam lingkungan yang tidak tenang dan berbahaya.
Sejarah
Islam menjelaskan kepada kita berbagai contoh yang tidak terhitung jumlahnya
tentang hal itu. Muslimin dahulu hidup dalam kondisi yang sangat sulit, di mana
peperangan yang dipicu oleh kaum Quraisy dan sekutunya, embargo ekonomi,
keterasingan sosial serta tekanan moral yang berkelanjutan. Namum karena mereka
memiliki spiritual yang tinggi, hal itu mampu mendorong mereka untuk berjuang
menghadapi itu semua dengan jiwa yang tenang guna memperoleh pahala dari Allah
dan rahmat-Nya.
Lingkungan
yang didiami mujahid ini adalah lingkungan berbahaya. Ia hidup dalam situasi
perang Badr. Namun jiwanya bahagia, karena ia mengharapkan surga yang luasnya
seperti langit dan bumi. Maka, seorang muslim dengan keyakinannya kepada Allah,
akan merasa rela dan tentram terhadap apa yang terjadi di sekitarnya dan
menempatkan dirinya sesuai dengan ketentuan dan takdir Allah. Segala musibah yang
menimpanya sekarang akan berubah menjadi kenikmatan dan berkah. Dan Alquran
selalu menanamkan semangat tersebut di dalam jiwa setiap mukmin.
Amirul
Mukminin a.s. mengirim surat kepada Ibnu Abbas. Ia berkata mengenai surat itu:
“Ucapan yang bermanfaat bagiku setelah sabda Rasulullah saww adalah ucapan
ini”. Beliau menulis: “Amma ba’d. Seseorang terkadang merasa gembira ketika
ia meraih sesuatu dan setelah itu ia tidak akan berpisah darinya dan terkadang
ia merasa sedih karena ia tidak dapat meraih sesuatu dan setelah itu ia tidak
akan dapat meraihnya lagi.
Benar, bahwa
manusia biasa selalu diliputi oleh rasa putus asa ketika tertimpa musibah.
Sebagaimana Alquran dengan nyata menjelaskan hal itu dengan firman-Nya: “Dan
jika ia ditimpa malapetaka, ia menjadi putus asa lagi putus harapan”.
Namun
seorang mukmin yang dipersenjatai dengan akidah, ia akan tenang dalam
menghadapi segala kesulitan, sabar ketika terkena malapetaka dan keraguan tidak
akan merasuki jiwanya.
Imam
Ali a.s. menyifati para wali Allah dengan perkataannya:
Dengan
memperhatikan hal di atas, disaat Amirul Mukminin a.s. dalam wasiat tersebut
menekankan untuk tidak putus asa dari rahmat Allah, beliau dalam
doktrin-doktrin pendidikannya juga menegaskan untuk tidak berharap kepada orang
lain. Hal ini ditujukan supaya manusia hanya bersandar kepada Tuhannya dan
tidak menjadi beban orang lain.
Berkenaan
dengan hal tersebut di atas beliau berkata: (Kekayaan yang
terbesar adalah tidak mengharapkan sesuatu yang berada di tangan manusia).
2. Mendapatkan metode akidah dalam menghadapi malapetaka
Melalui konteks ini, akidah ingin
meringankan tekanan dan krisis kejiwaan yang dialami oleh mereka yang
berakidah. Maka dengan metode-metode di bawah ini diharapkan
malapetaka-malapetaka yang menimpa manusia tidak memiliki pengaruh yang serius:
a. Menjelaskan kriteria kehidupan dunia
yang ditempati oleh manusia ini.
Mengetahui
kriteria kehidupan dunia akan mempengaruhinya dalam perilakunya sehari-hari.
Oleh karena itu, akidah berkepentingan untuk menjelaskan kriteria dunia dan
mengajaknya untuk ber-zuhud terhadapnya.
Imam
Ali a.s. berkata:
Maka,
sangat wajar jika akidah mewanti-wanti para pengikutnya untuk tidak terjerat
oleh jebakan-jebakan dunia yang fana. Karena hal itu akan menimbulkan efek-efek
negatif yang terefeksi dalam jiwa mereka.
Dan
di antara bukti-bukti lain atas hal itu, kita dapati akidah menyingkap kriteria
dunia dan akibat orang-orang yang tertipu olehnya atau terjerumus ke dalam
lumpur keindahannya, dan menjelaskan dangkalnya pandangan orang yang mencari kesenangan
sempurna di dunia ini.
b. Menjelaskan bahwa semua malapetaka
memiliki pahala.
Hal
ini akan memperingan beban seseorang yang terkena musibah sehingga ia akan
menghadapinya dengan hati yang teguh dan jiwa yang tenang untuk memperoleh
pahala dan rahmat Allah. Oleh karena itu, musibah tersebut tidak akan
meninggalkan pengaruh yang berarti dalam jiwanya melebihi bekas yang
ditinggalkan gelembung air di atas permukaan air.
Rasulullah
saww bersabda:
(Musibah adalah
kunci pahala). Seseorang menulis
surat kepada Abi Ja’far a.s. mengadu kematian putranya. Beliau menjawab surat
itu: “Apakah kau tidak tahu bahwa Allah akan mencabut harta seorang mukmin,
anak dan jiwanya untuk memberikan pahala kepadanya karena itu?”
c. Memfokuskan perhatian muslimin
terhadap musibah yang terbesar, yaitu musibah yang menimpa agamanya.
Hal
ini akan memperkecil efek musibah dunia dalam jiwanya. Ini adalah salah satu
metode akidah untuk meringankan tekanan kejiwaan seseorang ketika menghadapi
musibah duniawi.
Abu
Abdillah a.s. ketika tertimpa musibah berkata:
Ringkasnya,
akidah dapat membentuk jiwa-jiwa yang kuat dan tenang dalam menghadapi badai peristiwa
dengan hati yang teguh menerima ketentuan Allah dan qadar-Nya. Di
samping itu, akidah juga menentukan garis perjalanan kesempurnaan manusia. Oleh
karena itu, manusia yang tidak berakidah bagaikan perahu tanpa kompas yang
akibatnya ia akan menabrak batu-batu karang.
Tidak
syak lagi bahwa ketakutan selalu merintangi segala aktivitas seseorang
dan melumpuhkan daya berpikir dan jasmaninya. Dahulu kala, manusia Jahiliyah
selalu takut kepada saudara sesamanya dan segala tipu dayanya. Takut terhadap
lingkungan yang mengitarinya dan bencananya. Takut terhadap kematian yang tiada
jalan untuk menolaknya. Takut akan kefakiran dan kelaparan, penyakit dan segala
penderitaan. Akidah mampu memperingan perasaan takut yang melumpuhkan daya
manusia untuk bergerak dan berproduksi, dan menjadikannya selalu sedih dan
cemas itu.
Akidah dapat mengurangi ketakutan
manusia terhadap penyakit dengan menegaskan bahwa setiap badan pasti akan mengalami
sakit.
Imam Ali a.s. berkata: (Tidak
sepatutnya bagi seorang hamba terlalu percaya kepada dua hal: kesehatan dan
kekayaan. (Karena) di saat engkau melihatnya sehat, mungkin tiba-tiba ia sakit
dan di saat engkau melihatnya kaya, mungkin tiba-tiba ia fakir).
Akidah juga menegaskan bahwa
penyakit dapat menghilangkan dosa. Imam Sajjad a.s. berkata:
(Seorang mukmin
ketika terserang penyakit panas satu kali, dosa-dosanya akan rontok darinya
laksana rontoknya dedaunan yang kering).
Di samping segala keistimewaan
penyakit yang telah disebutkan dalam hadis-hadis di atas, penyakit juga
mendatangkan pahal yang besar bagi yang menderitanya. Hal ini dapat membantunya
untuk menghadapi penyakit tersebut dengan tulus hati.
Berkenaan dengan hal di atas
Rasulullah saww bersabda:
Imam Ridha a.s. berkata:
(Penyakit bagi
orang mu’min adalah penyucian dan rahmat, sedangkan bagi orang kafir adalah
siksaan dan laknat. Seorang mukmin akan selalu ditimpa penyakit sehingga
dosa-dosanya sirna).[183]
Kesimpulannya, Allah tidak
menciptakan penyakit dengan sia-sia. Penyakit adalah satu sarana untuk menguji
manusia demi mengetahui kesabarannya terhadap segala bencana. Oleh karena itu,
Allah menguji para nabi-Nya dan hamba-hamba-Nya yang shalih dengan penyakit.
Dan hasil dari kesabaran dan
ketabahannya itu, Allah mengembalikan semua kemuliaan dan kejayaan yang selama
ini ia punyai kepadanya.
Akidah, di samping memerintahkan
muslimin untuk bersabar menghadapi segala bentuk penyakit, ia juga
menasehatinya untuk tidak mengeluh karena penyakit itu. Karena mengeluh itu
berarti menuduh Allah atas segala qadla`-Nya. Begitu juga, mengaduh
karena penyakit itu dapat merendahkan martabat manusia di mata manusia lain,
dan ia akan dicela dan diejek karenanya.
Amirul Mukminin Ali a.s. berkata: (Dahulu kala aku
mempunyai saudara yang agung di mataku karena remehnya dunia di matanya. Ia
tidak pernah mengeluh tentang penyakit yang dideritanya kecuali ketika ia
sembuh).
Perlu diingat, ketika akidah ingin
membasmi rasa takut dari diri manusia, ia juga menanamkan rasa takut kepada
Allah semata, memperingatkannya untuk tidak bermaksiat kepada-Nya dan
mengingatkan kepadanya siksa-Nya yang pedih. Karena rasa takut kepada Allah itu
adalah satu-satunya jalan untuk bebas dari segala rasa takut.
Rasulullah saww bersabda: (Allah tidak
akan menguasakan atas Bani Adam kecuali orang yang mereka takuti. Seandainya
Bani Adam tidak takut kecuali kepada-Nya, Ia tidak akan menguasakan orang lain
atas mereka). Tentu saja takut kepada Allah ini memiliki efek pendidikan
yang sangat penting bagi umat manusia. Berkenaan dengan hal ini Imam Shadiq
a.s. berkata:
Di samping itu, rasa takut kepada
Allah itu juga mempunyai efek-efek sosial yang dapat mendorong setiap individu
untuk membantu orang lain.
5. Mengenal Diri (Ma’rifatun Nafs)
Di antara sumbangsih akidah adalah
ia mendorong insan muslim untuk mengenal dirinya. Karena tidak mungkin baginya
untuk mengangkat dirinya ke puncak piramida kesempurnaan kecuali dengan
mengenal kriteria dirinya. Pengenalan ini adalah langkah pertama untuk
menguasai jiwa dan mengekang hawa nafsunya.
Imam Al-Baqir a.s.
berkataka: “Tiada pengetahuan yang lebih mulia dari pengenalanmu terhadap
dirimu”.
Ada hubungan yang kuat antara
mengenal Allah dan mengenal diri. Melalui pengenalan terhadap diri, kriteria
dan kemampuannya, manusia dapat mengenal Penciptanya dan mengagungkan
kebesaran-Nya. Dalam sebuah hadis disebutkan: “Barang siapa yang mengenal
dirinya, ia akan mengenal Tuhannya”. Dan sebaliknya, melupakan Allah,
menyebabkan manusia lupa terhadap dirinya.
C.
Peranan pendidikan Akidah dalam Mengenalkan Manusia akan
Dirinya
Tidak diragukan lagi bahwa akidah -
melalui sumber-sumber rujukan pengetahuannya - memiliki peranan besar dalam
menyingkap kriteria diri (jiwa) manusia, dan merinci secara detail
penyakit-penyakitnya dan efek-efek yang muncul dari penyakit-penyakit itu.
Alquran mengakui bahwa jiwa itu
cenderung mengajak manusia kepada kejahatan karena manusia mempunyai nafsu, dan
nafsu itu cenderung mengajak manusia untuk melkukan kejahatan. Alquran juga
mengakui bahwa jiwa manusia itu cenderung kikir. Terdapat beberapa hadis
yang menyoroti kriteria jiwa dan mengutarakan metode pengobatan bagi
penyakit-penyakitnya. Di antara hadis-hadis tersebut adalah surat Imam Ali a.s.
kepada Malik Al-Asytar An-Nakhai ketika beliau menobatkannya sebagai gubernur
di Mesir: “... Ia (Ali) memerintahkannya (Malik Al-Asytar) untuk mengekang
dirinya dari hawa nafsu. Karena jiwa itu cenderung mengajak kepada kejelekan
kecuali yang dirahmati oleh Allah .
Dari ucapan beliau itu dapat kita
ketahui bahwa kerakusan dan ketamakan yang tersimpan dalam jiwa sebagian para
sahabat adalah faktor utama penyimpangan terbesar yang pernah dialami oleh
sejarah Islam sesaat setelah meninggalnya Rasulullah saww. Oleh karena itu, para
imam Ahlul Bayt a.s. dengan kema’shuman mereka masih sering memohon
perlindungan kepada Allah supaya menjaga mereka dari penyakit jiwa yang sangat
berbahaya ini.
Al-Fadhl bin Abi Qurrah berkata:
“Saya melihat Abu Abdillah a.s. berthawaf dari permulaan malam hingga pagi.
Ketika Thawaf beliau selalu berdoa:
(Ya Allah, jagalah aku dari
kekikiran dan ketamakan jiwaku). Aku bertanya: `Wahai junjunganku, aku
tidak mendengar anda berdoa dengan selain doa ini?` Beliau berkata: `Penyakit
jiwa apakah yang lebih berbahaya dari penyakit tamak dan kikir? Allah
berfirman: `Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka
mereka itulah orang-orang yang beruntung`”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas kita
dapat menarik beberapa kesimpulan:
1. Perkataan akidah berasal dari
perkataan bahasa Arab yaitu "aqada yang bererti ikatan atau simpulan.
Perkataan ini juga digunakan pada sesuatu yang maknawi seperti akad nikah dan
akad jual beli. Dari ikatan atau simpulan yang maknawi ini maka lahirlah akidah
iaitu ikatan atau simpulan khusus dalam kepercayaan.
2. Setiap akidah mempunyai pengaruh
dalam jiwa orang yang berakidah yang mendorongnya untuk bertindak dan
berperilaku sesuai dengan keyakinannya. Keyakinan terhadap Allah mempunyai efek
yang dalam di jiwa muslimin yang mempunyai hasil secara positif dalam kehidupan
sosial mereka sehari-hari.
3. Peranan pendidikan Aqidah dalam
mengenal manusia akan dirinya sangat penting, karena dengan semua itu maka
manusia akan lebih mengetahui akan kekurangan dirinya sebagai makhluk hidup
yang tak pernah luput dari kesalahan dan dosa.
B.
Saran
Dari uraain makalah ini jika ada kesalahan baik itu
cara penulisan kata maupun isi dari makalah ini, kami sangat berharap keritikan
dari para pembaca demi perbaikan cara membuat makalah yang benar. Karena tiada
gading yang tak retak, begitupun juga dengan manusia, yang tak luput dari
kesalan dan kekhilafan.
DAFTAR
FUSTAKA
Jalaluddin, (2007). Psikologi
Agama. Jakarta: PT Raja wali pers.
Ulwan, Nasih, (1995). Pendidikan
Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani.
Amoi apa kebo, Akhlak, Amoyapakebo.
Blogspot.com, 2010.
Penerbitan dan percetakan balai
pustaka, 1990.
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Makalah. Pendidikan aqidah akhlak dari segi kejiwaan ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya
nike store
BalasHapusgolden state warriors jerseys
new york giants jerseys
skechers outlet
miami heat jersey
michael kors handbags
dallas cowboys jersey
nike trainers
los angeles lakers jerseys
kobe 9 elite