السلام عليكم ورحمةالله وبركاته!

Deal with the problem yourself and acknowledge existence of life, but do not let yourself be mastered. Let yourself aware of the situation of education in the form of patience, happiness, and understanding the meaning

Hadapilah masalah hidup dirimu dan akuilah keberadaannya, tetapi jangan biarkan dirimu dikuasainya. Biarkanlah dirimu menyadari adanya pendidikan situasi berupa kesabaran, kebahagiaan, dan pemahaman makna.

Rabu, 10 April 2013

DR. Didi Tarsidi pejuang hak bagi para penyandang divable



sosok inspiratif ini lahir di Tanjungkerta, Sumedang – Jawa Barat pada tanggal 1 Juni 1951, beliau dilahirkan dan dibesarkan di tengah keluarga petani yang sederhana.
Ketunanetraan yang beliau alami  terjadi pada  saat usia  beliau menginjak 5 tahun, beliau terkena sebuah penyakit mata yang  membuat beliau  harus menerima kenyataan pahit kehilangan penglihatannya.
Menjadi penyandang tunanetra di usia sedini itu tidak membuat Didi kecil patah  semangat, hal tersebut berkat kasih sayang  dari kedua orang tuanya dan  suntikan motifasi dari keempat saudaranya.
Didi sangat bersyukur kepada tuhan memiliki orang tua yang luar biasa baik dan sangat memahami keadaanya, “orang tua saya tidak berpendidikan tinggi, tapi mereka  mampu menerima segala yang telah diberikan tuhan dan menganggapnya sebagai karunia sehingga tidak satupun penyesalan dalam hati mereka.” Ujar beliau.
Pada usia 9 tahun Didi dikirimm  oleh orang tuanya untuk belajar di SLB/A Wiyata guna di Bandung. Di sekolah yang bersejarah itulah Didi mendapat pencerahan  dan membuat Didi menjadi sosok yang tegar dan penuh semangat.
Setelah menamatkan pendidikan menengahnya pada tahun 1969, Didi melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan menengah atas di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri 2 Bandung dan menjadi satu-satunya penyandang tunanetra yang bersekolah di tempat tersebut pada waktu itu.
Tidak hanya sampai disitu, selepas dari SPGN 2 Bandung Didi melanjutkan studinya di IKIP Bandung  (UPI Bandung) jurusan bahasa dan sastra ingris dimana pada waktu itu kesempatan penyandang divable untuk mengakses pendidikan masih sangat terbatas. Didi Tarsidi berhasil meraih gelar sarjana muda pada tahun 1976 dan sarjana pendidikan pada tahun 1979.
Selama menempuh pendidikan di IKIP  Bandung (UPI Bandung) Didi mendapatkan beasiswa dan menjadi guru privat bahasa Ingris dan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada tahun 1979 Didi bekerja sebagai penerjemah di Helen Keller International, sebuah lembaga yang berpusat di New York yang berfokus di bidang pengembangan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.
Selain menjadi penerjemah di Helen Keller International, pada tahun 1979  Didi juga diangkat sebagai staf pendidik di sekolah guru pendidikan luar biasa (SGPLB) Bandung dan mulai mengajar pada tahun 1980. Ketika SGPLB Bandung diintegrasikan dengan jurusan pendidikan luar biasa IKIP Bandung (UPI Bandung) pada tahun 1994, Didi diangkat menjadi dosen dan sampai sekarang Didi berstatus sebagai dosen tetap  jurusan PLB dan menduduki jabatan sebagai lektor kepala.
Dalam kurun waktu 1999 – 2004 Didi terlibat dalam proyek peningkatan mutu pendidikan anak berkebutuhan khusus yang mendapat bantuan dari pemerintah Norwegia dan bantuan teknis dari Universitas Oslo. Pada tahun 2003 Didi juga termasuk dalam tim yang dikirim UPI Bandung ke Norwegia untuk melakukan studi banding mengenai implementasi pendidikan inklusif di Norwegia yang bermuara pada pembukaan program pasca sarjana jurusan pendidikan luar biasa (PLB) di UPI Bandung.
Didi memulai pendidikannya di program pasca  sarjana pada tahun 2000 dan selesai pada tahun 2002 dalam bidang studi bimbingan dan konseling di UPI Bandung yang kemudian melanjutkan program Doctoralnya pada tahun 2005 di universitas yang sama  dan berhasil meraih gelar Doctor pada tahun 2008.
Tidak hanya dalam dunia  pendidikan, Didi juga aktif dalam  organisasi para penyandang  divable khususnya tunanetra misalnya menjabat ketua umum DPP PERTUNI (Persatuan Tuna Netra Indonesia) selama periode 2004 – 2009 dan periode 2009 -2014, Vice president World Blind Union Asia – Pacific periode 2004-2008, dan kordinator pelayanan mitra netra Bandung.
Itulah sosok DR. Didi Tarsidi yang dalam perjalanan hidupnya selalu berusaha menerima diri apa adanya sesuai  yang telah dianugerahkan Tuhan. “Tapi tidak sekadar menerima, jika hanya menerima bukanlah suatu hal yang dapat dikatakan berhasil, kita harus bertekad mengembangkan apa yang dimiliki agar dapat optimal sehingga dapat bermanfaat.” Tegas beliau.
Bagi  beliau ketunanetraan bukanlah sebuah kekurangan, melainkan sebuah karakteristik pribadi, sama halnya  dengan karakteristik pribadi yang dimiliki  orang lain seperti  pendek, tinggi, kurus, gemuk dan lain-lain.

Baca artikel menarik lainnya :
Judul : DR. Didi Tarsidi pejuang hak bagi para penyandang divable; Ditulis oleh Syarif; Rating: 5 dari 5
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel DR. Didi Tarsidi pejuang hak bagi para penyandang divable ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belajar Blog dan SEO di trikmudahseo.blogspot.com - Support www.evafashionstore.com