السلام عليكم ورحمةالله وبركاته!

Deal with the problem yourself and acknowledge existence of life, but do not let yourself be mastered. Let yourself aware of the situation of education in the form of patience, happiness, and understanding the meaning

Hadapilah masalah hidup dirimu dan akuilah keberadaannya, tetapi jangan biarkan dirimu dikuasainya. Biarkanlah dirimu menyadari adanya pendidikan situasi berupa kesabaran, kebahagiaan, dan pemahaman makna.

Selasa, 07 Februari 2017

Makalah - Al-Hallaj Al-Hulul

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Tasawwuf dalam Islam telah melahirkan beberapa tokoh-tokoh besar dengan ajarannya masing-masing. Ilmu yang dianggap menyimpang oleh sebagian kalangan ini tetap memiliki posisi tersendiri bagi beberapa kelompok ummat Islam.
Kontrofersi mengenai ilmu tasawwuf semakin menjadi perdebatan seiring dengan lahirnya tokoh-tokof sufi yang membawa ajaran-ajaran yang dianggap oleh sebagian kalangan justru bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Al-Hallaj adalah salah satu tokoh sufi yang dituding membawa ajaran yang aneh bahkan dianggap menyimpang oleh pihak-pihak yang tak sepaham dengannya. Bahkan akhir hayat Al-Hallaj berujung pada hukuman mati yang begitu tragis.
selain terkenal sebagai seorang sufi yang akhir hidupnya berakhir dengan tragis, Al-Hallaj juga populer dengan ajarannya tentang ketuhanan. Salah satu ajarannya adalah tentang Al-Hulul.
Dari uraian singkat diatas, maka penulis tertarik membuat sebuah karya tulis ilmiah yang membahas mengenai Al-Hallaj dan tentang ajaran Al-Hulul yang ia cetuskan.
B.     Rumusan Masalah
Berdasar pada paparan singkat pada poin latar belakang masalah, maka yang menjadi fokus utama pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana biografi singkat Al-Hallaj?
2.      Bagaimana ajaran Al-Hulul yang dicetuskan oleh Al-Hallaj?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1.      Biografi singkat Al-Hallaj.
2.      Ajaran Al-Hulul yang dicetuskan oleh Al-Hallaj.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Singkat Al-Hallaj
Nama lengkap Al-Hallaj adalah “Abu al-Mughits al-Husain bin Mansur bin Muhammad al-Baidhawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia, pada tahun 244 H/858 M.”[1]
“Ketika usianya menginjak 16 tahun (260 H/873 M), dia telah pergi belajar pada seorang sufi yang besar dan terkenal, yaitu Sahl bin Abdullah al-Tusturi di negeri Ahwaaz.”[2]
“Selama 2 tahun lamanya dia belajar kepada sufi besar itu. Sehabis belajar dengan Tusturi, dia berangkat ke Basrah dan belajar kepada Sufi ‘Amar al-Makki, di tahun 264 H (878 M) dia masuk ke Baghdad dan belajar kepada al-Junaid. Setelah itu dia pun pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain, menambah pengetahuan dan pengamalan dalam ilmu tasawuf. Sehingga tidak ada lagi seorang syeikh ternama, semua telah dijelangnya dan dimintanya fatwa dan tuntutannya. Dan tiga kali dia naik Haji ke Mekkah.”[3]
Saat pergi ke Mekkah untuk pertama kalinya dalam rangka menunaikan ibadah haji, dan kembali ke Baghdad, mulailah ia memperoleh murid atau pengikut yang semakin lama semakin banyak. Ia juga melakukan perlawatan ke berbagai negeri, seperti Ahwaz, Khurasan, Turkistan, dan bahkan juga ke India.
Dimanapun ia berada, ia melaksanakan dakwah, mengajak umat agar mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian pengikut-pengikutnya yang dikenal dengan sebutan Hallajiyah, makin bertambah besar. Para pengikutnya itu yakin bahwa ia adalah seorang wali, yang memiliki berbagai kekeramatan.
Dia kembali ke Baghdad pada tahun 296 H / 909 M. Di kota ini ia bersahabat dengan kepala rumah tangga istana yaitu Nashr al-Qusyairi. Al-Hallaj selalu mendorong sahabatnya melakukan perbaikan dalam pemerintahan dan selalu melontarkan kritik terhadap penyelewengan yang terjadi.
Mungkin karena kekhawatiran pada kebesaran pengaruhnya dan kecenderungan pada aliran syi'ah , penguasa di Baghdad menangkap dan memenjarakannya pada 910 (297 H). Dengan sejumlah tuduhan (bahwa ia berkomplot dengan kaum Qaramith, yang mengancam kekuasaan Daulat Bani Abbas.
“Oleh sebagian pengikutnya yang fanatik dia dianggap bersifat ketuhanan. Salah satu ucapannya yang dinilai kontrofersil adalah ana al-haq (Maka akulah yang benar), dia  juga mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa ibadah haji tidak wajib.”[4]
Akibat fatwa tersebut Al-Hallaj kemudian mendapatkan hukuman penjara, akan tetapi setelah satu tahun di penjara dia dapat melarikan diri dengan pertolongan seorang penjaga yang menaruh simpati kepadanya.
Dari Baghdad kemudian ia melarikan diri ke Sus salah satu daerah di Ahwas. Disinilah ia bersembunyi empat tahun lamanya. Namun pada tahun 301 H / 930 M dapat ditangkap kembali dan dimasukkan lagi ke penjara sampai delapan tahun lamanya.
“Akhirnya pada tahun 309 H / 921 M, diadakan persidangan ulama dibawah kerajaan Bani Abbas di masa khalifah al-Muktadirbillah. Pada tanggal 18 Zulkaidah 309 H, jatuhlah hukuman padanya. Dia dihukum bunuh dengan mula-mula di pukul dan di cambuk, lalu di salib, sesudah itu dipotong kedua tangan dan kakinya, di penggal lehernya dan ditinggalkan tergantung pecahan-pecahan tubuh itu di pintu gerbang kota Baghdad, kemudian dibakar dan abunya dihanyutkan ke sungai Dajlah.”[5]
“Al-Hallaj menghadapi hukuman tersebut  dengan penuh keberanian dan berkata pada saat di salib : "Ya Allah, mereka adalah hamba-hambaMu, yang telah terhimpun untuk membunuhku, karena fanatik pada agama-Mu dan hendak mendekatkan diri kepada-Mu. Ampunilah mereka, sekiranya Engkau singkapkan kepada mereka apa yang telah Engkau singkapkan kepadaku, niscaya mereka tidak akan memperlakukan seperti ini.”[6]
B.     Ajaran Al-Hallaj Tentang Al-Hulul
Secara etimologi, kata Al-Hulul berasal dari kata “Halla yahlul-hululan” yang berarti menempati.”[7] Jadi hulul secara bahasa berarti “Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yang telah lenyap sifat kemanusiaannya.
Adapun menurut istilah, Al-Hulul berarti “paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih  tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh manusia itu dilenyapkan.”[8]

Pemikiran Al-Hallaj tentang kebersatuan manusia dengan Tuhan yang kemudian mengkristal dalam terma Al Hulul merupakan salah satu bentuk Ittihad. Ittihad yang dimaksud di sini adalah suatu tingkatan dalam tasawuf, ketika seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan saat yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu.
Pemikiran Al Hulul dari Al Hallaj bermula dari pendapatnya yang mengatakan bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan. Untuk dasar pemikiran itu, ia menta’wilkan ayat Al Qur’an yang menyerukan agar malaikat bersujud untuk Adam. Karena yang berhak untuk diberi sujud hanyalah Allah, maka Al Hallaj memahami bahwa dalam diri Adam sebenarnya ada unsur ketuhanan.
Ia berpendapat demikian karena sebelum Tuhan menjadikan makhluk, Ia hanya melihat diri-Nya sendiri. Dalam kesendirian-Nya itu terjadilah dialog antara Tuhan dengan diri-Nya sendiri, yaitu dialog yang di dalamnya tidak terdapat kata ataupun huruf. Yang dilihat Allah hanyalah kemuliaan dan ketinggian zat-Nya. Allah melihat kepada zat-Nya dan Ia pun cinta pada zat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari yang banyak ini.
Ia pun mengeluarkan dari yang tiada bentuk copy dari diri-Nya yang mempunyai sifat dan nama-Nya. Bentuk copy ini adalah Adam. Setelah menjadikan Adam dengan cara itu, Ia memuliakan dan mengagungkan Adam. Ia cinta pada Adam, dan pada diri Adam Allah muncul dalam bentuknya. Dengan demikian pada diri Adam terdapat sifat-sifat yang dipancarkan Tuhan yang berasal dari Tuhan sendiri.
Dengan cara demikian maka manusia mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya. Hal ini dipahami dari Firman Allah yang berbunyi :
øŒÎ)ur $oYù=è% Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9 (#rßàfó$# tPyŠKy (#ÿrßyf|¡sù HwÎ) }§ŠÎ=ö/Î) 4n1r& uŽy9õ3tFó$#ur tb%x.ur z`ÏB šúï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÌÍÈ  
Terjemahnya
:
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir.
Dengan membersihkan diri melalui ibadah dan berhasil usahanya dalam melenyapkan sifat tersebut, maka yang tinggal dalam dirinya hanya sifat al lahut. Pada saat itulah sifat al nasut Tuhan turun dan masuk ke dalam tubuh seorang sufi, sehingga terjadilah hulul. [5] dan peristiwa ini terjadi hanya sesaat.
Pernyataan al Hallaj bahwa dirinya tetap ada, yang terjadi adalah bersatunya sifat Tuhan di dalam dirinya, sebagaimana ungkapan syairnya, “Maha Suci zat yang sifat kemanusiaan-Nya membukakan rahasia ketuhanan-Nya yang gemilang. Kemudian kelihatan bagi makhluknya dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum.”[9]
Berdasarkan uraian di atas, maka Al-Hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap di mana manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini, AlHulul pada hakikatnya istilah lain dari al Ittihad. Tujuan dari Al-Hulul adalah mencapai persatuan secara batin.
Hamka mengatakan bahwa “Al-Hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma ke dalam diri insan (nasut), dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seorang insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.”[10]

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan paparan singkat makalah ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Al-Hallaj adalah salah satu tokoh sufi yang berasal dari Bagdad yang dilahirkan di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia, pada tahun 244 H/858 M. Dia menjadi tokoh pelopor lahirnya ajaran pemikiran Al-Hulul dan beberapa ajaran-ajaran kontrofersi lainnya. Pandangan-pandangan beliau yang dinilai menyimpang oleh beberapa kalangan mengakibatkan beliau mendapatkan hukuman penjara hingga hukuman mati yang begitu luar biasa kesadisannya.
2.      Al-Hulul merupakan  tahap di mana manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini, AlHulul pada hakikatnya istilah lain dari al Ittihad. Tujuan dari Al-Hulul adalah mencapai persatuan secara batin.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. 2000. Ilmu Tasawwuf. Bandung: Pustaka Setia.

Asmara, A. S. 2002. Pengantar Ilmu Tasawwuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hamka. 1994. Tasawwuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Mustofa, Kamil. 1997. Tasawwuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syukur, M. Amin. 1999. Menggugat Tasawwuf. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


[1] Rosihan Anwar, Ilmu Tasawwuf (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 135
[2] Hamka, Tasawwuf: Perkembangan dan Pemurniannya (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1994), h, 108
[3] ibid.
[4] Rosihan Anwar, op. cit, h. 136
[5] A. S. Asmara, Pengantar Ilmu Tasawwuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 312
[6] ibid, h. 314
[7] M. Amin Syukur, Menggugat Tasawwuf (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 333
[8] ibid.
[9] Kamil Mustofa, Tasawwuf dan Perkembangannya dalam Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 126
[10] Hamka, op. cit, h. 120
Baca artikel menarik lainnya :
Judul : Makalah - Al-Hallaj Al-Hulul; Ditulis oleh Syarif; Rating: 5 dari 5
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Makalah - Al-Hallaj Al-Hulul ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belajar Blog dan SEO di trikmudahseo.blogspot.com - Support www.evafashionstore.com