Pria
kelahiran Pare-pare 28 Mei 1968 ini merupakan seorang tunanetra yang mampu
meraih gelar Doctor ilmu hukum, yang sekaligus menempatkannya sebagai
penyandang tunanetra pertama di Indonesia yang mampu meraih gelar tersebut.
Bungsu
dari 5 bersaudara ini menjadi seorang yatim ketika berusia 5 tahun, kondisi itu
pulalah yang mendorong Saharuddin kecil membantu ibu dan kakak-kakaknya untuk
mencari tambahan uang sepulangnya dari sekolah hingga mereka akhirnya bisa
membeli sebuah rumah panggung khas bugis. Ketika sedang melakukan pembongkaran
dan pembenahan rumah baru tersebut, secara tidak sengaja mata kanan Saharuddin
kemasukan serpihan halus atap nipa yang mengakibatkan mata kanan Saharuddin
mengalami kebutaan total. Meskipun mata kanannya telah mengalami kebutaan,
Saharuddin terus melanjutkan kegemarannya membaca buku dengan hanya
mengandalkan mata kirinya, namun karena tidak didukung penerangan yang baik
mata kirinya pun juga ikut mengalami kebutaan total, dan ketika ia memeriksakan
matanya ke dokter, dokter mendiagnosa sistem saraf dari otak ke retina matanya
lumpuh.
Sejak
kecil Saharuddin bersekolah di sekolah umum, suatu ketika kepala sekolah SMAnya
menyarankannya untuk masuk ke SLB (Sekolah luar biasa) namun Saharuddin justru
memberi argumen “Pak kalau sekolah saya luar biasa, nanti kuliah harus di
universitas luar biasa juga, kerjanya di tempat luar biasa, dan gajinya luar
biasa” ujar Saharuddin Daming diakhiri gelak tawa ketika ia diinterview dalam
acara kickandy metroTV.
Ketika
Saharuddin ingin mendaftarkan diri masuk ke Universitas Hasanuddin, ia kembali
mendapatkan diskriminasi, ia ditolak karena alas an keterbatasan fisik yang ia
miliki. Hal tersebut tidak membuatnya patah semangat, ia pun mendatangi rumah
rector UNHAS untuk meminta keadilan. Di luar dugaan rektor UNHAS yang waktu itu
dijabat Prof. DR. Fahruddin menyambut deengan hangat kedatangan Saharuddin dan
bersedia membantunya yang kemudian membuatnya bisa mengikuti kegiatan akademik
di universitas tersebut.
Pada
tahun 1994 Saharuddin berhasil menyelesaikan pendidikan S1nya di vakultas hukum
Universitas Hasunuddin Makassar dan mulai aktif pada LSM dan organisasi
pemberdayaan penyandang divable. Ketika ia berpatisipasi dalam ujian advokat,
kualitas jawaban yang ia berikan diragukan oleh pengadilan tinggi Makassar dan
ia dinyatakan tidak lulus. Saharuddin tidak tinggal diam, ia melayangkan surat
protes ke mahkamah Agung dengan tembusan ke DPRD Sulsel dan ketua pengadilan
negeri Makassar, usahanya tersebutpun tidak sia-sia protes serta argumennya diterima
oleh mahkamah agung dan ia dinyatakan lulus sebagai adfokat.
Saharuddin
menyelesaikan program magister hukumnya di Universitas Hasanuddin pada tahun
2002. Pengalamannya sebagai penyandang divable yang sering disisihkan
membuatnya paham dan peka akan penindasan dan pelanggaran HAM, sehingga
memotivasinya bercita-cita untuk bisa menjadi anggota KOMNAS HAM, sebagai upaya
untuk menyadarkan masyarakat mengenai hak-hak dasar sebagai manusia dan warga
negara Indonesia.
Semangat
perjuangan dan ketekunan Saharuddin untuk mengapai cita-citanya tersebut
berbuah manis, pada tanggal 21 Juni 2007 DR. Saharuddin Daming MH terpilih
sebagai salah satu komisioner Komisi nasional hak asasi manusia periode
2007/2012 dan sekaligus mengguratkan tinta emas mengukir sejarah untuk pertama
kalinya keanggotaan KOMNAS HAM diisi oleh seorang tunanetra, ia menduduki
jabatan yang cukup penting yaitu sebagai komisioner sub komisi pendidikan dan
penyuluhan KOMNAS HAM.
Sumber
: Kick andy, Indonesia Proud
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Saharuddin Damin tunanetra peraih gelar Doctor hukum ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar