Wanita
berparas cantik nan anggun ini merupakan sosok perempuan muda yang meskipun
memiliki sedikit kekurangan, akan tetapi mempunyai segudang prestasi yang belum
tentu dipunyai oleh orang-orang lain yang nondisabilitas.
Menjadi
tunarungu pada usia 10 tahun tidak membuat Angkie kecil dan keluarganya patah
semangat, ia terus menapaki tangga kehidupan yang telah digariskan tuhan
kepadanya tanpa banyak mengeluh.
Sejak
kecil Angkie bersekolah di lembaga pendidikan reguler bersama murid-murid lain
yang nondisabilitas. Ledekan dari teman-temannya atas kekurangan yang ia miliki
ia hadapi dengan santai, meskipun didalam hati ia merasakan kesedihan karena
ledekan tersebut. Masalah komunikasi 2 arah juga menjadi masalah yang cukup
pelik dirasakan oleh Angkie selama menjalani studinya di lembaga pendidikan
reguler, akan tetapi masalah tersebut dapat terselesaikan dengan bantuan
orang-orang berhati mulia yang memaklumi kekurangan yang ia miliki dan mau
membantunya.
Demi
menyeimbangkan dirinya dengan teman-temannya yang nondisabilitas, Angkie
berjuang 2 kali lipat dalam belajar, pagi hari ia belajar dengan tekun di
sekolah dan sore hari ia bersungguh-sungguh mengikuti bimbingan belajar.
Usaha
dan perjuangan Angkie dalam menuntut ilmu akhirnya berbuah manis ketika ia
berhasil menyelesaikan program S2nya pada jurusan marketing komunikasi di The London
School Of Public Relations Jakarta.
Tidak
hanya sampai disitu saja, Angkie Yudistia terus mengukir namanya denga tinta
emas dengan prestasi-prestasinya misalnya terpilih sebagai the most fearless
female 2008 pada majalah cosmopolitan, dan menjadi miss congeniality dari
Nature. Selain itu Angkie juga sering diundang ke luar negeri untuk mengikuti
workshop dan trining mengenai disabilitas, ia pernah diundang oleh salah satu organisasi
international ke Paris untuk brainstorming bersama tentang permasalahan
disabilitas di Asia, dan ke Bangkok untuk brainstorming bersama tentang
permasalahan disabilitas di Indonesia.
Angkie
percaya dengan sebuah ungkapan “Kita akan pintar dengan membaca buku, tapi kita
akan menjadi bijak dengan pengalaman”, hal itu memotifasi Angkie untuk mengikuti
berbagai kompetisi untuk menambah pengalaman seperti ajang pemilihan abang none
jakarta 2008.
Pada
saat mengikuti kompetisi tersebut, Angkie sempat tidak bisa menjawab sebuah pertanyaan yang
dilontarkan panitia, bukan karena ia tidak tahu tapi justru karena ia tidak
mendengar pertanyaan tersebut, tapi berkat kejujuran dan kemampuan
beradaptasinya yang sangat baik berbagai tahap seperti penjurian dan karantina
dapat Angkie lalui dengan sempurna.
Tahun
2008 juga Angkie mulai mencicipi dunia perkantoran, apa yang harus ia kerjakan,
bagaimana menerima pesan dari atasan, atau bagaimana beradaptasi dengan
lingkungan menjadi kendala utama di masa-masa awal ia bekerja.
3
tahun bekerja di dunia perkantoran, pada tahun 2011 Angkie keluar dari pekerjaannya
dan mendirikan sebuah lembaga bersama seorang dosen dan seorang temannya yang
diberi nama Thisable Enterprise. Thisable Enterprise merupakan social
enterprise yang berbentuk yayasan yang bertujuan mencetak penyandang divable
menjadi seorang wirusahawan. Selain itu lembaga ini juga bermitra dengan sebuah perusahaan untuk program CSR (Corporate
social responsibility) dengan isu disabilitas. Dengan kata lain lembaga ini
adalah sebuah bisnis sosial yang memberi keuntungan finansial bagi penyandang
divable.
Roda
kehidupan Angkie Yudistia terus berjalan, ia terus mengukir prestasinya dan
meluncurkan buku perdananya diakhir tahun 2011 yang berjudul “Perempuan
tunarungu menembus batas”, buku tersebut berisi pengalamannya menjadi perempuan
tunarungu serta ingin berbagi bagaimana seorang penyandang tunarungu menghadapi
konflik kehidupan. Lewat bukunya pula Angkie ingin menumbuhkan kesadaran
masyarakat tentang dunia disabilitas, ia ingin menyampaikan pada masyarakat nondisabilitas
bahwa kita semua sama, tidak ada yang berbeda, karena itu setiap manusia
memiliki jalan untuk menggapai impiannya masing-masing.
“Life
only once, make it wort”, sebuah pepatah yang mampu membakar semangatnya
sehingga mampu bangkit dari keterpurukan dan menembus berbagai dinding
penghalang yang menghalanginya menggapai impian yang telah ia cita-citakan.
Kesuksesan
yang ia raih tidak membuat Angkie menjadi pribadi yang angkuh, tapi justru membuatnya
lebih senang berbagi. Kini Angkie sedang menyiapkan berbagai program bagi para
penyandang divable dan membuka layanan konsultasi gratis melalui me@angkie.yudistia.com.
Menurut
Angkie setiap orang harus berani mengambil keputusan mau sukses, atau hanya
menerima nasib, atau ingin menembus batas, semuanya tergantung pada diri
sendiri. “Setidaknya spread the love, ignite the hope, bantu diri sendiri dulu,
lalu setelah itu membantu yang membutuhkan” ujar Angkie.
Sumber
: Kartunet.
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Angkie Yudistia perempuan tunarungu penembus batas ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar