السلام عليكم ورحمةالله وبركاته!

Deal with the problem yourself and acknowledge existence of life, but do not let yourself be mastered. Let yourself aware of the situation of education in the form of patience, happiness, and understanding the meaning

Hadapilah masalah hidup dirimu dan akuilah keberadaannya, tetapi jangan biarkan dirimu dikuasainya. Biarkanlah dirimu menyadari adanya pendidikan situasi berupa kesabaran, kebahagiaan, dan pemahaman makna.

Selasa, 07 Februari 2017

Makalah - Abu Bakar As-Siddiq (Pembentukan Negara Khilafah)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Abu Bakar As-Siddiq merupakan salah satu tokoh yang namanya begitu femilier di telinga seluruh kaum Muslimin. Beliau menjadi salah satu sahabat terbaik Nabi Muhammad SAW yang jasa dan pengorbanannya tak lagi diragukan dalam Islam.
Perjuangan Abu Bakar As-Siddiq dalam meneggakkan panji kalimat Allah telah dimulai sejak beliau memeluk ajaran Islam tak lama setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama di Gua Hira. Hal ini membuat Abu Bakar As-Siddiq termasuk kelompok sahabat yang pertama masuk Islam.
Dalam sejarah peradaban Islam begitu banyak peristiwa-peristiwa penting yang mengukir tinta emas nama Abu Bakar As-Siddiq. Mulai dari peristiwa keislaman beliau, pemerdekaan beberapa sahabat yang berstatus hamba sahaya. Pembenaran peristiwa Isra’ Mi’raj, peristiwa hijrah, keterlibatan beliau dalam berbagai perang mempertahankan kedaulatan Islam hingga dibay’atnya beliau sebagai khalifah pengganti Nabi Muhammad SAW.
Tak hanya terkenal karena peranan perjuangan beliau bersama Nabi Muhammad SAW di medan da’wah, Abu Bakar As-Siddiq juga terkenal sebagai sahabat yang begitu rendah hati dan dermawan. Salah satu bukti kedermawanan beliau nampak pada kesediaannya memerdekakan Bilal bin Rabba yang pada waktu itu mendapatkan siksaan dari para kaum Kafir Quraish akibat keputusannya memeluk Islam.
Dalam dunia politik Islam, Abu Bakar As-Siddiq menempatkan namanya di deretan pertama pemimpin politik ummat Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun ke-11 H. Meskipun diwarnai beberapa pergesekan antar kelompok yang mengancam persatuan ummat Islam, Abu Bakar As-Siddiq berhasil menuntaskan tugasnya sebagai khalifah yang bertanggung jawab melanjutkan tugas Nabi SAW sebagai pemimpin politik ummat.
Sistem ketata negaraan yang kemudian dikenal dengan istilah negara khilafah yang dilanjutkan dari masa Nabi Muhammad SAW, mampu dinahkodai oleh Abu Bakar As-Siddiq dengan baik hingga tonggak kemudi berikutnya diwariskan kepada Umar bin Khattab.
Gambaran singkat diatas mendasari penulis tertarik membuat sebuah karya tulis yang membahas perjalanan hidup Abu Bakr As-Siddiq terkait dengan pembentukan negara Khilafah Islam.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian singkat yang telah dibahas diatas, maka yang menjadi fokus utama pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana sejarah singkat perjalanan hidup Abu Bakar As-Siddiq?
2.      Bagaimana kronologi pembentukan negara Khilafah Islam di masa Abu Bakar As-Siddiq?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun penulisan karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1.      Sejarah singkat perjalanan hidup Abu Bakar As-Siddiq.
2.      Kronologi pembentukan negara Khilafah Islam pada masa Abu Bakar As-Siddiq.

BAB II
PENDAHULUAN

A.    Sejarah Singkat Perjalanan Hidup Abu Bakar As-Siddiq
“Nama lahir beliau adalah Abdus Syam bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr Al-Quraish At-Taimi.”[1] Selain itu, Abu Bakar juga dikenal dengan nama Abdul Ka’bah dikarenakan ibu beliau yang bernadzar jika ia memiliki putra yang hidup ia akan mengabdikannya kepada ka’bah.
Tidak hanya itu, Abu Bakar As-Siddiq juga sering disebut Atiq yang merupakan nama lain dari ka’bah yakni Baitul Atiq yang berarti rumah purba. Setelah Abu Bakar As-Siddiq menyatakan keislamannya, Nabi Muhammad SAW kemudian mengganti nama beliau menjadi Abdullah yang bermakna hamba Allah.
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Ibrahim Al-Quraibi menyatakan bahwa “Abu Bakar dilahirkan 2 tahun 6 bulan setelah tahun Gajah.”[2] Hal ini berarti Abu Bakar lebih muda 2 tahun dari Nabi Muhammad SAW yang dilahirkan pada tahun Gajah.
Julukan Abu Bakar disematkan kepadanya karena kesigapan beliau menerima kebenaran ajaran Islam yang sekaligus membuat Abu Bakar menjadi laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam. Sedangkan predikat As-Siddiq diberikan kepadanya setelah keyakinan beliau akan kisah Isra’ Mi’raj yang belum beliau dengar langsung dari Rasulullah Muhammad SAW.
“Sama halnya dengan lelaki Arab pada umumnya, profesi Abu Bakar As-Siddiq adalah pedagang yang sering membawa barang dagangannya ke berbagai wilayah seperti ke Syiria.”[3] Dalam perjalanan dagang tersebutlah Abu Bakar mencari kebenaran akan kerisauan hatinya atas agama nenek moyangnya yang beliau anggap menyimpang.
Keislaman Abu Bakar membawa pengaruh yang begitu sangat besar terhadap perkembangan Islam. Beliau memegang peranan yang cukup signifikan dan menjadi penda’wah atas keislaman beberapa sahabat seperti Utsman bin Affan.
Penyiksaan yang dialami kaum muslimin pada awal masa penyebaran Islam yang banyak menimpa kelompok-kelompok budak menimbulkan keprihatinan dalam hati Abu Bakar As-Siddiq, hal ini memotifasinya memerdekakan beberapa sahabat seperti Bilal bin Rabba dari tangan para tokoh kaum kafir Quraish.
Totalitas pengorbanan Abu Bakar As-Siddiq terhadap Islam juga terbukti nyata dengan kerelaan beliau memberikan seluruh hartanya demi kemenangan ummat Islam dalam Perang Tabuk. Abu Bakar juga membuktikan kesetiaannya dengan selalu mendampingi Nabi Muhammad SAW dalam berbagai kondisi termasuk dalam kondisi-kondisi yang mempertaruhkan nyawa seperti saat hijrah dan perang.
Sebagai seorang sahabat yang begitu sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar menjadi satu-satunya sahabat yang menyadari akan kepergian Nabi SAW saat ia menyampaikan berita kesempurnaan Islam sebagai agama pada saat Hajji Wada’.
Pasca meninggalnya Rasulullah SAW pada tahun ke-11 H, Abu Bakar tampil sebagai penerus perjuangan Islam dengan diangkatnya beliau menjadi khalifah pertama ummat Islam. Meskipun sempat menimbulkan gesekan antar kelompok yang masing-masing merasa berhak menduduki tahta Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin politik, Abu Bakar berhasil meredam gejolak tersebut dan menjalankan roda pemerintahannya dengan cukup stabil.
Permasalahan yang timbul di zaman kepemimpinan Abu Bakar lebih banyak terkait dengan permasalahan aqidah dan pembangkangan beberapa kelompok yang merasa telah tidak punya urusan dengan Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Beberapa prestasi pun ditorehkan oleh Abu Bakar semasa kepemimpinannya, mulai dari penyalinan teks Al-Qur’an ke dalam satu mushaf, pemberantasan kaum murtad, penaklukan beberapa wilayah di luar Mekkah dan Madinah serta suksesi kepemerintahan kepada Umar bin Khattab yang berlangsung damai.
 “Setelah memerintah selama 2 tahun 3 bulan 10 hari, Abu Bakar wafat dalam usia 63 tahun pada tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H/22 Agustus 634 M.”[4] Dalam riwayat dikisahkan bahwa Abu Bakar tutup usia setelah mengalami sakit demam selama 15 hari.
Para ulama berbeda pendapat mengenai penyebab sakitnya Abu Bakar, “ada yang berpendapat akibat kebiasaan Abu Bakar mandi malam, akibat penyakit paru-paru, karena Abu Bakar mandi malam saat musim dingin bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa Abu Bakar diracun oleh orang Yahudi.”[5]
B.     Pembentukan Negara Khilafah pada Masa Abu Bakar As-Siddiq
“Khilafah secara bahasa berasal dari kata khalafah yang berarti mengganti atau menempati tempat. Sedangkan secara syariah istilah khilafah digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi Muhammad SAW dalam kepemimpinan negara Islam.”[6]
Jadi dapat disimpulkan bahwa Khilafah Islam merupakan pemimpin yang menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW sebagai pimpinan politik ummat pada sebuah negara yang berasaskan Islam.
Wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun ke-11 H membuat kebingungan di tengah ummat Islam akan sosok pengganti beliau sebagai pemimpin politik ummat. Kegalauan ini menjadi salah satu penyebab jenazah Nabi SAW ditunda pemakamannya hingga 2 hari.
2 kelompok besar ummat Islam pada waktu itu yakni Muhajirin dan Anshor sama-sama merasa berhak menjadi pewaris tahta Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin politik ummat. Perdebatan yang cukup sengit tersebut sempat mengancam keutuhan ummat Islam.
“Kaum Anshor yang didominasi oleh suku Khazraj merasa berhak menggantikan Nabi SAW dengan alasan mereka telah menolong Rasulullah SAW dan ummat Islam saat mereka tidak mendapat tempat di Mekkah. Mereka juga berpandangan bahwa mereka telah lebih dahulu mendiami Madinah bahkan sebelum Madinah menjadi ibu kota pemerintahan Islam.”[7]
“Kelompok Muhajirin yang juga merasa berhak mewarisi kepemimpinan Nabi SAW, berdalih bahwa mereka adalah orang-orang yang pertama masuk Islam dan mengetahui pahit manisnya perjuangan Islam.”[8]
Selain kedua kelompok tersebut, kelompok sahabat yang termasuk keturunan Bani Hasyim yang merupakan kerabat terdekat Nabi Muhammad SAW memiliki calon  tersendiri. Ali bin Abi Thalib yang mereka nilai pantas menggantikan Nabi Muhammad SAW dikarenakan Ali bin Abi Thalib adalah sepupu sekaligus menantu Nabi SAW.
Perdebatan yang melibatkan Bani Hasyim ini sempat berbuntut panjang dengan penolakan beberapa orang terhadap pembay’atan Abu Bakar. Salah satu yang melakukan penolakan pada waktu itu adalah Ali bin Abi Thalib.
Pembicaraan mengenai pengganti Rasulullah SAW kemudia dimusyawarahkan di “Saqifah Bani Sa’idah.”[9] Pada awalnya pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah dilakukan untuk membay’at salah satu tokoh dari kelompok Anshor yakni Sa’ad bin Ubaidillah.
Taktik kaum Anshor tersebut kemudian diketahui oleh kelompok Muhajirin. Datanglah Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah untuk membicarakan persoalan ini guna mencari jalan tengah yang terbaik untuk seluruh pihak.
Diskusi panjang dan alot tersebut pada akhirnya memutuskan secara mufakat membay’at Abu Bakar As-Siddiq menjadi khalifah pertama ummat Islam sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Pemby’atan tersebut terjadi 2 kali,  yang pertama di Saqifah Bani Sa’idah dan pembay’atan kedua terjadi di Masjid Nabawi.
Sedangkan Ali bin Abi Thalib dijelaskan membay’at Abu Bakar As-Siddiq setelah istri beliau Fatimah binti Muhammad SAW meninggal dunia. Penolakan Ali bin Abi Thalib melakukan pembay’atan pada bay’at pertama dan kedua dikisahkan karena beliau menghargai perasaan Fatimah yang berduka cita setelah ditinggal oleh ayah tercintanya.
Pada saat pembay’atan di Masjid Nabawi, Abu Bakar As-Siddiq tampil menyuarakan orasi politik pertamanya yang berisi poin-poin sebagai berikut :
Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukan orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutilah aku. Tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang kalian pandang kuat, saya pandang lemah, hingga aku dapat mengambil hak daripadanya, sedang orang yang kalian pandang lemah, saya pandang kuat, hingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kalian taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi bilamana aku tidak menaati Allah dan Rasul-Nya, kalian tidak perlu menaatiku.[10]
Ada beberapa alasan mengapa pilihan pengganti Nabi SAW pantas jatuh kepada Abu Bakar As-Siddiq yaitu sebagai berikut :
1.      Abu Bakar As-Siddiq adalah salah satu orang yang pertama masuk Islam dan menjadi sahabat yang menemani Nabi SAW saat berhijrah ke Madinah.
2.      Abu Bakar As-Sidiq adalah salah satu sahabat yang dicintai oleh Rasulullah SAW.
عَنْ أَبِي عُثْمَانَ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَهُ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السَّلَاسِلِ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ قُلْتُ مِنْ الرِّجَالِ قَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ عُمَرُ فَعَدَّ رِجَالًا
Terjemahnya
:
Dari Abu Utsman, dia berkata, "Saya pernah diceritakan oleh Amr bin Al Ash RA, bahwasanya Rasulullah SAW pernah mengutusnya untuk memimpin pasukan kaum muslimin dalam perang Dzatussalasil." Amr bin Al Ash berkata, "Saya dekati Rasulullah sambil bertanya, 'Ya Rasulullah, siapakah orang yang engkau cintai?' Rasulullah menjawab, "Aisyah." Lalu saya tanyakan lagi, "Kalau dari kaum laki-laki, siapakah orang yang paling engkau cintai?" Rasulullah menjawab, 'Ayah Aisyah (Abu Bakar Ash-Shiddiq)" Saya bertanya Iagi, "Lalu siapa?" Rasulullah menjawab, "Umar bin Khaththab.' Kemudian beliau menyebutkan beberapa orang sahabat lainnya. {Muslim 7/109}[11]
3.      Abu Bakar adalah salah satu sahabat terdekat Nabi SAW.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ عَبْدٌ خَيَّرَهُ اللَّهُ بَيْنَ أَنْ يُؤْتِيَهُ زَهْرَةَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ مَا عِنْدَهُ فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ وَبَكَى فَقَالَ فَدَيْنَاكَ بِآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا قَالَ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الْمُخَيَّرُ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ أَعْلَمَنَا بِهِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي مَالِهِ وَصُحْبَتِهِ أَبُو بَكْرٍ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ لَا تُبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ خَوْخَةٌ إِلَّا خَوْخَةَ أَبِي بَكْرٍ
Terjemahnya
:
Dari Abu Said Al Khudri RA, bahwasanya pada suatu ketika Rasulullah SAW duduk di atas mimbar dan berkata, "Ada seorang hamba yang diberi dua pilihan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala antara kemewahan dunia dan pahala di sisi-Nya, tetapi hamba ini malah memilih pahala di sisi-Nya." Mendengar ucapan Rasulullah itu, Abu Bakar pun langsung menangis sedih dan Rasulullah pun menangis. Lalu Abu Bakar berkata, "Sungguh kami serahkan segala yang kami miliki untuk engkau ya Rasulullah." Abu Said berkata, "Jika Rasulullah SAW adalah orang yang paling baik di antara kami, maka Abu Bakar adalah orang yang paling dekat dengan beliau." Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang harta dan persahabatannya paling dekat denganku adalah Abu Bakar. Seandainya aku {diperintahkan} untuk memilih kekasih, maka aku akan memilih Abu Bakar sebagai kekasih, tetapi kami berada dalam persaudaraan Islam. Tidak ada suatu celah di masjid. kecuali celah Abu Bakar." {Muslim 7/108}[12]
4.      Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa Abu Bakar As-Sidiq adalah pengganti Nabi SAW sebagai khalifah.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ ادْعِي لِي أَبَا بَكْرٍ أَبَاكِ وَأَخَاكِ حَتَّى أَكْتُبَ كِتَابًا فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَمَنَّى مُتَمَنٍّ وَيَقُولُ قَائِلٌ أَنَا أَوْلَى وَيَأْبَى اللَّهُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَّا أَبَا بَكْرٍ
Terjemahnya
:
Dari Aisyah RA, dia berkata, "Pada suatu hari, ketika Rasululah SAW sedang sakit, beliau berkata kepada saya, 'Hai Aisyah, panggillah ayahmu (Abu Bakar) dan saudara lelakimu kesini, agar aku buatkan suatu keputusan {tentang khilafah}. Karena aku khawatir jika kelak ada orang yang ambisius dan berkata, 'Akulah yang berhak menjadi khalifah,' sementara Allah dan kaum muslimin tidak menyetujuinya selain Abu Bakar" {Muslim 7/110}[13]
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا فَأَمَرَهَا أَنْ تَرْجِعَ إِلَيْهِ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ فَلَمْ أَجِدْكَ قَالَ أَبِي كَأَنَّهَا تَعْنِي الْمَوْتَ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدِينِي فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ
Terjemahnya
:
Dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im, dari bapaknya bahwasanya ada seorang perempuan yang menanyakan sesuatu kepada Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah memerintahkannya agar datang lagi pada kesempatan yang lain. Lalu wanita itu berkata, "Ya Rasulullah, bagaimanakah jika saya nanti datang lagi, tetapi saya tidak dapat bertemu dengan engkau?" {Bapak perawi hadits ini berkata, "Sepertinya wanita itu bermaksud jika Rasulullah meninggal dunia}. Maka Rasulullah pun berkata, "Jika kamu tidak menemuiku, maka temuilah Abu Bakar'{Muslim 7/110}
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ فَقُلْتُ لَهَا أَلَا تُحَدِّثِينِي عَنْ مَرَضِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ بَلَى ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا وَهُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ فَفَعَلْنَا فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا وَهُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ فَفَعَلْنَا فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا وَهُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ فَفَعَلْنَا فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ فَقُلْنَا لَا وَهُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَتْ وَالنَّاسُ عُكُوفٌ فِي الْمَسْجِدِ يَنْتَظِرُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِصَلَاةِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ قَالَتْ فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ فَأَتَاهُ الرَّسُولُ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُصَلِّيَ بِالنَّاسِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَكَانَ رَجُلًا رَقِيقًا يَا عُمَرُ صَلِّ بِالنَّاسِ قَالَ فَقَالَ عُمَرُ أَنْتَ أَحَقُّ بِذَلِكَ قَالَتْ فَصَلَّى بِهِمْ أَبُو بَكْرٍ تِلْكَ الْأَيَّامَ ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَدَ مِنْ نَفْسِهِ خِفَّةً فَخَرَجَ بَيْنَ رَجُلَيْنِ أَحَدُهُمَا الْعَبَّاسُ لِصَلَاةِ الظُّهْرِ وَأَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي بِالنَّاسِ فَلَمَّا رَآهُ أَبُو بَكْرٍ ذَهَبَ لِيَتَأَخَّرَ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا يَتَأَخَّرَ وَقَالَ لَهُمَا أَجْلِسَانِي إِلَى جَنْبِهِ فَأَجْلَسَاهُ إِلَى جَنْبِ أَبِي بَكْرٍ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي وَهُوَ قَائِمٌ بِصَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ أَبِي بَكْرٍ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ فَدَخَلْتُ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ فَقُلْتُ لَهُ أَلَا أَعْرِضُ عَلَيْكَ مَا حَدَّثَتْنِي عَائِشَةُ عَنْ مَرَضِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَاتِ فَعَرَضْتُ حَدِيثَهَا عَلَيْهِ فَمَا أَنْكَرَ مِنْهُ شَيْئًا غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ أَسَمَّتْ لَكَ الرَّجُلَ الَّذِي كَانَ مَعَ الْعَبَّاسِ قُلْتُ لَا قَالَ هُوَ عَلِيٌّ
Terjemahnya
:
Dari Ubaidillah bin Abdullah, dia berkata, "Saya pernah berkunjung ke tempat Aisyah RA, lalu saya bertanya kepadanya, 'Sudikah kamu memberitahukan saya tentang sakit Rasulullah SAW?" Dia menjawab, 'Tentu, yaitu ketika Nabi SAW sedang sakit berat, beliau bertanya, ''Apakah orang-orang sudah shalat?" Kami menjawab, "Belum, mereka menunggu engkau, wahai Rasulullah." Beliau berkata, "Ambilkan aku air dalam wadah'' Kamipun mengambilkannya. Kemudian beliau mandi, lalu keluar hendak menuju masjid, tiba-tiba beliau pingsan lagi. Setelah sadar beliau bertanya, "Apakah orang-orang sudah shalat" Kami menjawab, "Belum, mereka menunggu engkau, ya Rasulullah." Beliau berkata, "Ambilkan aku air dalam wadah!' Kamipun mengambilkannya. Kemudian beliau mandi lalu keluar menuju masjid, namun beliau pingsan lagi. Setelah sadar, beliau bertanya, "Apakah orang-orang sudah shalat?" Kami menjawab, "Belum, mereka sedang menunggu engkau ya Rasulullah." Saat itu orang-orang beri'tikaf di masjid, sambil menunggu Rasulullah SAW untuk shalat Isya yang terakhir kalinya.' Kata Aisyah, 'Maka Rasulullah SAW mengutus seseorang kepada Abu Bakar RA, agar Abu Bakar mengimami mereka. Utusan itu menemui Abu Bakar, lalu berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruhmu untuk menjadi imam shalat." Kata Abu Bakar -ia seorang yang amat halus budinya- "Hai Umar, imamilah shalat!" Jawab Umar RA, "Engkau lebih berhak menjadi imam."' Kata Aisyah, "Maka Abu Bakar menjadi imam shalat pada hari itu. Kemudian Rasulullah SAW merasa tubuhnya agak sehat, lalu beliau keluar untuk shalat Dzuhur dengan dipapah oleh dua orang yang salah satunya adalah Abbas RA. Pada saat Abu Bakar shalat menjadi imam, dia melihat Rasulullah SAW, dia pun mundur. Maka Nabi SAW memberi isyarat agar Abu Bakar tidak usah mundur. Nabi SAW berkata kepada orang yang memapah beliau, Dudukkan aku disamping Abu Bakar" Dua orang itupun mendudukkan beliau disamping Abu Bakar. Abu Bakar RA shalat dengan berdiri mengikuti shalat Nabi SAW, dan orang-orang mengikuti shalat Abu Bakar. Sedangkan Nabi SAW shalat dengan duduk'."" Kata Ubaidillah, "Lalu saya pergi ke rumah Abdullah bin Abbas, saya katakan kepadanya, Tidakkah kamu ingin mengetahui sesuatu yang telah diceritakan Aisyah kepadaku tentang sakit Rasulullah SAW?' Dia menjawab, 'Ceritakanlah!' Maka saya ceritakan kepadanya apa yang telah dituturkan Aisyah kepada saya dan dia tidak menyangkal sedikitpun, hanya saja dia bertanya, 'Apakah Aisyah menyebutkan kepadamu nama orang lainnya" yang memapah Rasulullah bersama Abbas?" Saya menjawab, Tidak.' Kata Ibnu Abbas, "Dia adalah Ali RA'" {Muslim 2/20-21}[14]
Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-Siddiq, hal pertama yang dihadapinya adalah pemberontakan yang dilakukan oleh beberapa kelompok Islam. Beberapa dari mereka menyatakan dirinya keluar dari Islam karena menganggap perjanjian mereka dengan Islam telah tuntas setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Selain kelompok murtadin, Abu Bakar As-Sidiq pada awal masa pemerintahannya harus berjuang memberantas para nabi-nabi palsu yang banyak bermunculan. Permasalahan juga timbul dari kalangan internal ummat Islam yang merasa kewajiban membayar zakat merupakan kewajiban yang tidak perlu ditunaikan lagi setelah Rasulullah SAW kembali keharibaan Allah SWT.
beberapa contoh-contoh kelompok yang melakukan gerakan pemberontakan ini adalah :
1.      Bani Amir, Bani Hawazan dan Bani Sulaim yang keluar dari Islam.
2.      Musailamah yang memproklamirkan diri sebagai Nabi baru.
3.      Penduduk Bahrain, Oman, Mahrah, Yaman, Hadramaut dan Kinda yang menolak membayar zakat.[15]
Pergerakan orang-orang murtad tersebut kemudian diberantas Abu Bakar As-Siddiq dalam sebuah perang yang dikenal dengan istilah Perang Riddah. Perang ini terjadi pada tahun ke-11 H dan  berlangsung selama kurang lebih 1 tahun . setelah perang Riddah berakhir seluruh Jazirah Arab yang sempat terpecah karena pemberontakan kembali menjadi sebuah negara Khilafah Islam yang berdaulat di bawah pusat komando Abu Bakar.
Meskipun terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang, Abu Bakar As-Siddiq juga berhasil melakukan penaklukan terhadap beberapa wilayah yang memperluas cakupan pemerintahan Islam. Salah satu diantaranya adalah penaklukan wilayah Iraq yang meliputi Mahdhor, Ullais, Nahrud Dain, Anbar dan Ain Tamar penaklukannya dipimpin oleh Khalid bin Walid pada tahun ke-12 H.
Abu bakar As-Siddiq semasa pemerintahannya membagi wilayah Islam dan memberikan amanah kepada para sahabat untuk mengurusi beberapa bidang. Beberapa diantara mereka adalah :
1.      Umar bin Khattab yang diamanahkan menjadi hakim di Madinah.
2.      Abu Ubaidah menjadi pengurus Baitul Mal.
3.      Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan dan Zaid bin Zabit ditunjuk menjadi sekretaris.
4.      Uttab bin Usaid menjadi Amir kota Mekkah.
5.      Utsman bin Abi Al-Ash menjadi Amir di Thaif.
6.      Al-Muhajir bin Abi Umayyah menjadi Amir di Shun’ah.
7.      Ziyad bin Zubaid menjadi Amir di Hadramaut.
8.      Abu Musa menjadi Amir di Zubaid dan Rima’.
9.      Muaz bin Jabal menjadi Amir di Jund.
10.  Al-A’la bin Al-Hadrami menjadi Amir di Bahrain.
11.  Jarir bin Abdullah menjadi Amir di Najran.
12.  Abdullah bin Saur menjadi Amir di Jurasy.
13.  Iyadh bin Ghanm menjadi Amir di Daumatul Jandal.
14.  Khalid bin Walid diamanahkan menjadi Jenderal pemimpin pasukan untuk ekspansi ke Syam.[16]
Salah satu contoh kebijakan Abu Bakar As-Siddiq dalam bidang politik semasa pemerintahannya nampak pada dipindahkannya Baitul Mal yang sebelumnya berada di Shun’ah ke Madinah. Abu Bakar juga memerintahkan agar mengurus  kebutuhan seluruh janda-janda para pasukan yang gugur di medan perang.
Hal lain yang menjadi catatan keberhasilan periode pemerintahan Abu Bakar As-Siddiq adalah penyelesaian penulisan Al-Qur’an ke dalam 1 mushaf yang merupakan kebijakan dari usulan Umar bin Khattab yang khawatir dengan pelestarian Al-Qur’an setelah banyaknya penghafal Qur’an yang wafat di medan perang.
Memasuki periode akhir pemerintahannya, Abu Bakar berinisiatif menunjuk penggantinya. Pilihan Abu Bakar kemudian jatuh kepada Umar bin Khattab. Kebijakan ini tentunya telah didiskusikan dengan para tokoh sahabat terkemuka seperti Utsman bin Affan.
Diwasiatkannya jabatan khalifah kepada Umar bin Khattab oleh Abu Bakar As-Siddiq dilakukan untuk menjaga stabilitas pemerintahan yang telah berjalan dan menghindari perdebatan yang pernah terjadi pada masa peralihan dari Nabi Muhammad SAW kepada Abu Bakar As-Siddiq.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan singkat makalah ini, maka dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
1.      Abu bakar As-Siddiq yang bernama lahir Abdus Syam bin Utsman merupakan salah satu sahabat terbaik Rasulullah SAW. Kesigapannya menerima ajaran Islam membuat beliau dijuluki Abu Bakar dan diganti namanya oleh Nabi SAW menjadi Abdullah. Berbagai jejak emas berhasil ditorehkan Abu Bakar As-Siddiq, mulai dari keteguhan imannya, kedermawannanya, ketawaduannya hingga kepemimpinannya.
2.      Pembentukan negara Khilafah Islam pada masa pemerintahan Abu Bakar As-Siddiq dibangun atas dasar musyawarah. Musyawarah penunjukan pengganti Nabi SAW yang wafat pada tahun ke-11 H dilakukan di Saqifah Bani Sa’idah yang melibatkan unsur kesukuan yang ada di Madinah. Pembay’atan atas terpilihnya Abu Bakar As-Siddiq sempat ditolak oleh beberapa orang dari kelompok Bani Hasyim, namun pada akhirnya seluruh masyarakat Muslim membay’at Abu Bakar As-Siddiq sebagai khalifah.
B.     Saran
Marilah kita meneladani sikap Abu Bakar As-Siddiq yang begitu istiqamah dalam menjalankan agama Islam. Beliau tanpa keraguan menerima seluruh ajaran yang dibawa Nabi SAW. Totalitasnya dalam membela agama Allah begitu sangat luar biasa, bahkan beliau pernah mengorbankan seluruh hartanya untuk perang Tabuk. Dengan konsistensi beragama yang baik, Insya Allah Islam akan kembali meraih kejayaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Albani, Nashiruddin. Mukhtashar Shahih Muslim. kampungsunnah.org. Diakses pada tanggal 03 Januari 2016 (E-book CHM)

Al-Quraibi, Ibrahim. 2009. Tarikh Khulafa. Jakarta: Qisthi Press.

Amin, Husain Ahmad. 1995. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jafri. 1997. Dari Saqifah sampai Imamah. Bandung: Pustaka Hidayah.

Mufrodi, Ali. 2010/ Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Surabaya: Aneka Bahagia.

Syalabi. 1992. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Taufiqurrahman. 2003. Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam. Surabaya: Pustaka Islamika.


[1] Ibrahim Al-Quraibi, Tarikh Khulafa (Jakarta: Qisthi Press, 2009), h. 109
[2] ibid.
[3] Husain Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 7
[4] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Surabaya: Aneka Bahagia, 2010), h. 47 - 48
[5] Husain Ahmad Amin, op. cit, h. 9
[6] Jafri, Dari Saqifah sampai Imamah (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h. 245
[7] Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam (Surabaya: Pustaka Islamika, 2003), h. 57
[8] ibid.
[9] Ali Mufrodi, op. cit, h. 49
[10] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), h. 227
[11] Nashiruddin Al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim, kampungsunnah.org, diakses pada tanggal 03 Januari 2016 (E-book CHM)
[12] ibid.
[13] ibid.
[14] ibid.
[15] Ibrahim Al-Quraibi, op. cit, h. 230
[16] ibid, h. 420
Baca artikel menarik lainnya :
Judul : Makalah - Abu Bakar As-Siddiq (Pembentukan Negara Khilafah); Ditulis oleh Syarif; Rating: 5 dari 5
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Makalah - Abu Bakar As-Siddiq (Pembentukan Negara Khilafah) ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belajar Blog dan SEO di trikmudahseo.blogspot.com - Support www.evafashionstore.com