BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Abu Bakar As-Siddiq merupakan
salah satu tokoh yang namanya begitu femilier di telinga seluruh kaum Muslimin.
Beliau menjadi salah satu sahabat terbaik Nabi Muhammad SAW yang jasa dan
pengorbanannya tak lagi diragukan dalam Islam.
Perjuangan Abu Bakar
As-Siddiq dalam meneggakkan panji kalimat Allah telah dimulai sejak beliau
memeluk ajaran Islam tak lama setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama
di Gua Hira. Hal ini membuat Abu Bakar As-Siddiq termasuk kelompok sahabat yang
pertama masuk Islam.
Dalam sejarah peradaban Islam
begitu banyak peristiwa-peristiwa penting yang mengukir tinta emas nama Abu
Bakar As-Siddiq. Mulai dari peristiwa keislaman beliau, pemerdekaan beberapa
sahabat yang berstatus hamba sahaya. Pembenaran peristiwa Isra’ Mi’raj,
peristiwa hijrah, keterlibatan beliau dalam berbagai perang mempertahankan
kedaulatan Islam hingga dibay’atnya beliau sebagai khalifah pengganti Nabi
Muhammad SAW.
Tak hanya terkenal karena
peranan perjuangan beliau bersama Nabi Muhammad SAW di medan da’wah, Abu Bakar
As-Siddiq juga terkenal sebagai sahabat yang begitu rendah hati dan dermawan. Salah
satu bukti kedermawanan beliau nampak pada kesediaannya memerdekakan Bilal bin
Rabba yang pada waktu itu mendapatkan siksaan dari para kaum Kafir Quraish
akibat keputusannya memeluk Islam.
Dalam dunia politik Islam,
Abu Bakar As-Siddiq menempatkan namanya di deretan pertama pemimpin politik
ummat Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun ke-11 H. Meskipun
diwarnai beberapa pergesekan antar kelompok yang mengancam persatuan ummat
Islam, Abu Bakar As-Siddiq berhasil menuntaskan tugasnya sebagai khalifah yang
bertanggung jawab melanjutkan tugas Nabi SAW sebagai pemimpin politik ummat.
Sistem ketata negaraan yang
kemudian dikenal dengan istilah negara khilafah yang dilanjutkan dari masa Nabi
Muhammad SAW, mampu dinahkodai oleh Abu Bakar As-Siddiq dengan baik hingga
tonggak kemudi berikutnya diwariskan kepada Umar bin Khattab.
Gambaran singkat diatas
mendasari penulis tertarik membuat sebuah karya tulis yang membahas perjalanan
hidup Abu Bakr As-Siddiq terkait dengan pembentukan negara Khilafah Islam.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan pada uraian
singkat yang telah dibahas diatas, maka yang menjadi fokus utama pembahasan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
sejarah singkat perjalanan hidup Abu Bakar As-Siddiq?
2.
Bagaimana
kronologi pembentukan negara Khilafah Islam di masa Abu Bakar As-Siddiq?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun penulisan karya tulis
ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1.
Sejarah
singkat perjalanan hidup Abu Bakar As-Siddiq.
2.
Kronologi
pembentukan negara Khilafah Islam pada masa Abu Bakar As-Siddiq.
BAB II
PENDAHULUAN
A. Sejarah
Singkat Perjalanan Hidup Abu Bakar As-Siddiq
“Nama lahir beliau adalah
Abdus Syam bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah
bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr Al-Quraish At-Taimi.”[1]
Selain itu, Abu Bakar juga dikenal dengan nama Abdul Ka’bah dikarenakan ibu
beliau yang bernadzar jika ia memiliki putra yang hidup ia akan mengabdikannya
kepada ka’bah.
Tidak hanya itu, Abu Bakar
As-Siddiq juga sering disebut Atiq yang merupakan nama lain dari ka’bah yakni
Baitul Atiq yang berarti rumah purba. Setelah Abu Bakar As-Siddiq menyatakan
keislamannya, Nabi Muhammad SAW kemudian mengganti nama beliau menjadi Abdullah
yang bermakna hamba Allah.
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam
Ibrahim Al-Quraibi menyatakan bahwa “Abu Bakar dilahirkan 2 tahun 6 bulan
setelah tahun Gajah.”[2]
Hal ini berarti Abu Bakar lebih muda 2 tahun dari Nabi Muhammad SAW yang
dilahirkan pada tahun Gajah.
Julukan Abu Bakar disematkan
kepadanya karena kesigapan beliau menerima kebenaran ajaran Islam yang
sekaligus membuat Abu Bakar menjadi laki-laki dewasa pertama yang memeluk
Islam. Sedangkan predikat As-Siddiq diberikan kepadanya setelah keyakinan
beliau akan kisah Isra’ Mi’raj yang belum beliau dengar langsung dari
Rasulullah Muhammad SAW.
“Sama halnya dengan lelaki
Arab pada umumnya, profesi Abu Bakar As-Siddiq adalah pedagang yang sering
membawa barang dagangannya ke berbagai wilayah seperti ke Syiria.”[3]
Dalam perjalanan dagang tersebutlah Abu Bakar mencari kebenaran akan kerisauan
hatinya atas agama nenek moyangnya yang beliau anggap menyimpang.
Keislaman Abu Bakar membawa
pengaruh yang begitu sangat besar terhadap perkembangan Islam. Beliau memegang
peranan yang cukup signifikan dan menjadi penda’wah atas keislaman beberapa
sahabat seperti Utsman bin Affan.
Penyiksaan yang dialami kaum
muslimin pada awal masa penyebaran Islam yang banyak menimpa kelompok-kelompok
budak menimbulkan keprihatinan dalam hati Abu Bakar As-Siddiq, hal ini
memotifasinya memerdekakan beberapa sahabat seperti Bilal bin Rabba dari tangan
para tokoh kaum kafir Quraish.
Totalitas pengorbanan Abu
Bakar As-Siddiq terhadap Islam juga terbukti nyata dengan kerelaan beliau
memberikan seluruh hartanya demi kemenangan ummat Islam dalam Perang Tabuk. Abu
Bakar juga membuktikan kesetiaannya dengan selalu mendampingi Nabi Muhammad SAW
dalam berbagai kondisi termasuk dalam kondisi-kondisi yang mempertaruhkan nyawa
seperti saat hijrah dan perang.
Sebagai seorang sahabat yang
begitu sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar menjadi satu-satunya
sahabat yang menyadari akan kepergian Nabi SAW saat ia menyampaikan berita
kesempurnaan Islam sebagai agama pada saat Hajji Wada’.
Pasca meninggalnya Rasulullah
SAW pada tahun ke-11 H, Abu Bakar tampil sebagai penerus perjuangan Islam
dengan diangkatnya beliau menjadi khalifah pertama ummat Islam. Meskipun sempat
menimbulkan gesekan antar kelompok yang masing-masing merasa berhak menduduki
tahta Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin politik, Abu Bakar berhasil meredam
gejolak tersebut dan menjalankan roda pemerintahannya dengan cukup stabil.
Permasalahan yang timbul di
zaman kepemimpinan Abu Bakar lebih banyak terkait dengan permasalahan aqidah
dan pembangkangan beberapa kelompok yang merasa telah tidak punya urusan dengan
Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Beberapa prestasi pun
ditorehkan oleh Abu Bakar semasa kepemimpinannya, mulai dari penyalinan teks
Al-Qur’an ke dalam satu mushaf, pemberantasan kaum murtad, penaklukan beberapa
wilayah di luar Mekkah dan Madinah serta suksesi kepemerintahan kepada Umar bin
Khattab yang berlangsung damai.
“Setelah memerintah selama 2 tahun 3 bulan 10
hari, Abu Bakar wafat dalam usia 63 tahun pada tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H/22
Agustus 634 M.”[4]
Dalam riwayat dikisahkan bahwa Abu Bakar tutup usia setelah mengalami sakit
demam selama 15 hari.
Para ulama berbeda pendapat
mengenai penyebab sakitnya Abu Bakar, “ada yang berpendapat akibat kebiasaan
Abu Bakar mandi malam, akibat penyakit paru-paru, karena Abu Bakar mandi malam
saat musim dingin bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa Abu Bakar diracun
oleh orang Yahudi.”[5]
B. Pembentukan
Negara Khilafah pada Masa Abu Bakar As-Siddiq
“Khilafah secara bahasa
berasal dari kata khalafah yang berarti mengganti atau menempati tempat.
Sedangkan secara syariah istilah khilafah digunakan untuk menyebut orang yang
menggantikan Nabi Muhammad SAW dalam kepemimpinan negara Islam.”[6]
Jadi dapat disimpulkan bahwa Khilafah
Islam merupakan pemimpin yang menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW sebagai
pimpinan politik ummat pada sebuah negara yang berasaskan Islam.
Wafatnya Nabi Muhammad SAW
pada tahun ke-11 H membuat kebingungan di tengah ummat Islam akan sosok
pengganti beliau sebagai pemimpin politik ummat. Kegalauan ini menjadi salah
satu penyebab jenazah Nabi SAW ditunda pemakamannya hingga 2 hari.
2 kelompok besar ummat Islam
pada waktu itu yakni Muhajirin dan Anshor sama-sama merasa berhak menjadi
pewaris tahta Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin politik ummat. Perdebatan yang
cukup sengit tersebut sempat mengancam keutuhan ummat Islam.
“Kaum Anshor yang didominasi
oleh suku Khazraj merasa berhak menggantikan Nabi SAW dengan alasan mereka
telah menolong Rasulullah SAW dan ummat Islam saat mereka tidak mendapat tempat
di Mekkah. Mereka juga berpandangan bahwa mereka telah lebih dahulu mendiami
Madinah bahkan sebelum Madinah menjadi ibu kota pemerintahan Islam.”[7]
“Kelompok Muhajirin yang juga
merasa berhak mewarisi kepemimpinan Nabi SAW, berdalih bahwa mereka adalah
orang-orang yang pertama masuk Islam dan mengetahui pahit manisnya perjuangan
Islam.”[8]
Selain kedua kelompok
tersebut, kelompok sahabat yang termasuk keturunan Bani Hasyim yang merupakan
kerabat terdekat Nabi Muhammad SAW memiliki calon tersendiri. Ali bin Abi Thalib yang mereka
nilai pantas menggantikan Nabi Muhammad SAW dikarenakan Ali bin Abi Thalib adalah
sepupu sekaligus menantu Nabi SAW.
Perdebatan yang melibatkan
Bani Hasyim ini sempat berbuntut panjang dengan penolakan beberapa orang
terhadap pembay’atan Abu Bakar. Salah satu yang melakukan penolakan pada waktu
itu adalah Ali bin Abi Thalib.
Pembicaraan mengenai
pengganti Rasulullah SAW kemudia dimusyawarahkan di “Saqifah Bani Sa’idah.”[9]
Pada awalnya pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah dilakukan untuk membay’at salah
satu tokoh dari kelompok Anshor yakni Sa’ad bin Ubaidillah.
Taktik kaum Anshor tersebut
kemudian diketahui oleh kelompok Muhajirin. Datanglah Abu Bakar, Umar bin
Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah untuk membicarakan persoalan ini guna
mencari jalan tengah yang terbaik untuk seluruh pihak.
Diskusi panjang dan alot
tersebut pada akhirnya memutuskan secara mufakat membay’at Abu Bakar As-Siddiq
menjadi khalifah pertama ummat Islam sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Pemby’atan
tersebut terjadi 2 kali, yang pertama di
Saqifah Bani Sa’idah dan pembay’atan kedua terjadi di Masjid Nabawi.
Sedangkan Ali bin Abi Thalib
dijelaskan membay’at Abu Bakar As-Siddiq setelah istri beliau Fatimah binti
Muhammad SAW meninggal dunia. Penolakan Ali bin Abi Thalib melakukan
pembay’atan pada bay’at pertama dan kedua dikisahkan karena beliau menghargai
perasaan Fatimah yang berduka cita setelah ditinggal oleh ayah tercintanya.
Pada saat pembay’atan di
Masjid Nabawi, Abu Bakar As-Siddiq tampil menyuarakan orasi politik pertamanya
yang berisi poin-poin sebagai berikut :
Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan
urusanmu, padahal aku bukan orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku
menjalankan tugasku dengan baik, ikutilah aku. Tetapi jika aku berbuat salah,
maka betulkanlah! Orang yang kalian pandang kuat, saya pandang lemah, hingga
aku dapat mengambil hak daripadanya, sedang orang yang kalian pandang lemah,
saya pandang kuat, hingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah
kalian taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi
bilamana aku tidak menaati Allah dan Rasul-Nya, kalian tidak perlu menaatiku.[10]
Ada beberapa alasan mengapa
pilihan pengganti Nabi SAW pantas jatuh kepada Abu Bakar As-Siddiq yaitu
sebagai berikut :
1.
Abu
Bakar As-Siddiq adalah salah satu orang yang pertama masuk Islam dan menjadi
sahabat yang menemani Nabi SAW saat berhijrah ke Madinah.
2.
Abu
Bakar As-Sidiq adalah salah satu sahabat yang dicintai oleh Rasulullah SAW.
عَنْ أَبِي
عُثْمَانَ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَهُ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السَّلَاسِلِ
فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ قُلْتُ
مِنْ الرِّجَالِ قَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ عُمَرُ فَعَدَّ رِجَالًا
Terjemahnya
|
:
|
Dari Abu Utsman, dia berkata, "Saya
pernah diceritakan oleh Amr bin Al Ash RA, bahwasanya Rasulullah SAW pernah
mengutusnya untuk memimpin pasukan kaum muslimin dalam perang
Dzatussalasil." Amr bin Al Ash berkata, "Saya dekati Rasulullah
sambil bertanya, 'Ya Rasulullah, siapakah orang yang engkau cintai?' Rasulullah
menjawab, "Aisyah." Lalu saya tanyakan lagi, "Kalau dari kaum
laki-laki, siapakah orang yang paling engkau cintai?" Rasulullah
menjawab, 'Ayah Aisyah (Abu Bakar Ash-Shiddiq)" Saya bertanya Iagi,
"Lalu siapa?" Rasulullah menjawab, "Umar bin Khaththab.'
Kemudian beliau menyebutkan beberapa orang sahabat lainnya. {Muslim 7/109}[11]
|
3.
Abu
Bakar adalah salah satu sahabat terdekat Nabi SAW.
عَنْ أَبِي
سَعِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَسَ عَلَى
الْمِنْبَرِ فَقَالَ عَبْدٌ خَيَّرَهُ اللَّهُ بَيْنَ أَنْ يُؤْتِيَهُ زَهْرَةَ
الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ مَا عِنْدَهُ فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ
وَبَكَى فَقَالَ فَدَيْنَاكَ بِآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا قَالَ فَكَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الْمُخَيَّرُ وَكَانَ أَبُو
بَكْرٍ أَعْلَمَنَا بِهِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي مَالِهِ وَصُحْبَتِهِ أَبُو بَكْرٍ
وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا وَلَكِنْ
أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ لَا تُبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ خَوْخَةٌ إِلَّا خَوْخَةَ
أَبِي بَكْرٍ
Terjemahnya
|
:
|
Dari Abu Said Al Khudri RA, bahwasanya pada
suatu ketika Rasulullah SAW duduk di atas mimbar dan berkata, "Ada
seorang hamba yang diberi dua pilihan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala antara
kemewahan dunia dan pahala di sisi-Nya, tetapi hamba ini malah memilih pahala
di sisi-Nya." Mendengar ucapan Rasulullah itu, Abu Bakar pun langsung
menangis sedih dan Rasulullah pun menangis. Lalu Abu Bakar berkata,
"Sungguh kami serahkan segala yang kami miliki untuk engkau ya
Rasulullah." Abu Said berkata, "Jika Rasulullah SAW adalah orang
yang paling baik di antara kami, maka Abu Bakar adalah orang yang paling
dekat dengan beliau." Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang harta
dan persahabatannya paling dekat denganku adalah Abu Bakar. Seandainya aku
{diperintahkan} untuk memilih kekasih, maka aku akan memilih Abu Bakar
sebagai kekasih, tetapi kami berada dalam persaudaraan Islam. Tidak ada suatu
celah di masjid. kecuali celah Abu Bakar." {Muslim 7/108}[12]
|
4.
Rasulullah
SAW mengisyaratkan bahwa Abu Bakar As-Sidiq adalah pengganti Nabi SAW sebagai
khalifah.
عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
مَرَضِهِ ادْعِي لِي أَبَا بَكْرٍ أَبَاكِ وَأَخَاكِ حَتَّى أَكْتُبَ كِتَابًا
فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَمَنَّى مُتَمَنٍّ وَيَقُولُ قَائِلٌ أَنَا أَوْلَى
وَيَأْبَى اللَّهُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَّا أَبَا بَكْرٍ
Terjemahnya
|
:
|
Dari Aisyah RA, dia berkata, "Pada suatu
hari, ketika Rasululah SAW sedang sakit, beliau berkata kepada saya, 'Hai
Aisyah, panggillah ayahmu (Abu Bakar) dan saudara lelakimu kesini, agar aku
buatkan suatu keputusan {tentang khilafah}. Karena aku khawatir jika kelak
ada orang yang ambisius dan berkata, 'Akulah yang berhak menjadi khalifah,'
sementara Allah dan kaum muslimin tidak menyetujuinya selain Abu Bakar"
{Muslim 7/110}[13]
|
عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا فَأَمَرَهَا أَنْ تَرْجِعَ
إِلَيْهِ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ فَلَمْ أَجِدْكَ
قَالَ أَبِي كَأَنَّهَا تَعْنِي الْمَوْتَ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدِينِي فَأْتِي
أَبَا بَكْرٍ
Terjemahnya
|
:
|
Dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im, dari
bapaknya bahwasanya ada seorang perempuan yang menanyakan sesuatu kepada
Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah memerintahkannya agar datang lagi pada
kesempatan yang lain. Lalu wanita itu berkata, "Ya Rasulullah,
bagaimanakah jika saya nanti datang lagi, tetapi saya tidak dapat bertemu
dengan engkau?" {Bapak perawi hadits ini berkata, "Sepertinya
wanita itu bermaksud jika Rasulullah meninggal dunia}. Maka Rasulullah pun
berkata, "Jika kamu tidak menemuiku, maka temuilah Abu Bakar'{Muslim
7/110}
|
عَنْ
عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ فَقُلْتُ
لَهَا أَلَا تُحَدِّثِينِي عَنْ مَرَضِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَتْ بَلَى ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا وَهُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ فَفَعَلْنَا فَاغْتَسَلَ ثُمَّ
ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ
قُلْنَا لَا وَهُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ ضَعُوا لِي مَاءً
فِي الْمِخْضَبِ فَفَعَلْنَا فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ
عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا وَهُمْ
يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ
فَفَعَلْنَا فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ
أَفَاقَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ فَقُلْنَا لَا وَهُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَتْ وَالنَّاسُ عُكُوفٌ فِي الْمَسْجِدِ يَنْتَظِرُونَ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِصَلَاةِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ
قَالَتْ فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى
أَبِي بَكْرٍ أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ فَأَتَاهُ الرَّسُولُ فَقَالَ إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُصَلِّيَ
بِالنَّاسِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَكَانَ رَجُلًا رَقِيقًا يَا عُمَرُ صَلِّ
بِالنَّاسِ قَالَ فَقَالَ عُمَرُ أَنْتَ أَحَقُّ بِذَلِكَ قَالَتْ فَصَلَّى بِهِمْ
أَبُو بَكْرٍ تِلْكَ الْأَيَّامَ ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَدَ مِنْ نَفْسِهِ خِفَّةً فَخَرَجَ بَيْنَ رَجُلَيْنِ
أَحَدُهُمَا الْعَبَّاسُ لِصَلَاةِ الظُّهْرِ وَأَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي بِالنَّاسِ
فَلَمَّا رَآهُ أَبُو بَكْرٍ ذَهَبَ لِيَتَأَخَّرَ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا يَتَأَخَّرَ وَقَالَ لَهُمَا أَجْلِسَانِي
إِلَى جَنْبِهِ فَأَجْلَسَاهُ إِلَى جَنْبِ أَبِي بَكْرٍ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ
يُصَلِّي وَهُوَ قَائِمٌ بِصَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ أَبِي بَكْرٍ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ فَدَخَلْتُ عَلَى عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ فَقُلْتُ لَهُ أَلَا أَعْرِضُ عَلَيْكَ مَا حَدَّثَتْنِي
عَائِشَةُ عَنْ مَرَضِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
هَاتِ فَعَرَضْتُ حَدِيثَهَا عَلَيْهِ فَمَا أَنْكَرَ مِنْهُ شَيْئًا غَيْرَ
أَنَّهُ قَالَ أَسَمَّتْ لَكَ الرَّجُلَ الَّذِي كَانَ مَعَ الْعَبَّاسِ قُلْتُ
لَا قَالَ هُوَ عَلِيٌّ
Terjemahnya
|
:
|
Dari Ubaidillah bin Abdullah, dia berkata,
"Saya pernah berkunjung ke tempat Aisyah RA, lalu saya bertanya kepadanya,
'Sudikah kamu memberitahukan saya tentang sakit Rasulullah SAW?" Dia
menjawab, 'Tentu, yaitu ketika Nabi SAW sedang sakit berat, beliau bertanya,
''Apakah orang-orang sudah shalat?" Kami menjawab, "Belum, mereka
menunggu engkau, wahai Rasulullah." Beliau berkata, "Ambilkan aku
air dalam wadah'' Kamipun mengambilkannya. Kemudian beliau mandi, lalu keluar
hendak menuju masjid, tiba-tiba beliau pingsan lagi. Setelah sadar beliau
bertanya, "Apakah orang-orang sudah shalat" Kami menjawab,
"Belum, mereka menunggu engkau, ya Rasulullah." Beliau berkata,
"Ambilkan aku air dalam wadah!' Kamipun mengambilkannya. Kemudian beliau
mandi lalu keluar menuju masjid, namun beliau pingsan lagi. Setelah sadar,
beliau bertanya, "Apakah orang-orang sudah shalat?" Kami menjawab,
"Belum, mereka sedang menunggu engkau ya Rasulullah." Saat itu
orang-orang beri'tikaf di masjid, sambil menunggu Rasulullah SAW untuk shalat
Isya yang terakhir kalinya.' Kata Aisyah, 'Maka Rasulullah SAW mengutus
seseorang kepada Abu Bakar RA, agar Abu Bakar mengimami mereka. Utusan itu
menemui Abu Bakar, lalu berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruhmu
untuk menjadi imam shalat." Kata Abu Bakar -ia seorang yang amat halus
budinya- "Hai Umar, imamilah shalat!" Jawab Umar RA, "Engkau
lebih berhak menjadi imam."' Kata Aisyah, "Maka Abu Bakar menjadi
imam shalat pada hari itu. Kemudian Rasulullah SAW merasa tubuhnya agak
sehat, lalu beliau keluar untuk shalat Dzuhur dengan dipapah oleh dua orang
yang salah satunya adalah Abbas RA. Pada saat Abu Bakar shalat menjadi imam,
dia melihat Rasulullah SAW, dia pun mundur. Maka Nabi SAW memberi isyarat
agar Abu Bakar tidak usah mundur. Nabi SAW berkata kepada orang yang memapah
beliau, Dudukkan aku disamping Abu Bakar" Dua orang itupun mendudukkan
beliau disamping Abu Bakar. Abu Bakar RA shalat dengan berdiri mengikuti
shalat Nabi SAW, dan orang-orang mengikuti shalat Abu Bakar. Sedangkan Nabi
SAW shalat dengan duduk'."" Kata Ubaidillah, "Lalu saya pergi
ke rumah Abdullah bin Abbas, saya katakan kepadanya, Tidakkah kamu ingin
mengetahui sesuatu yang telah diceritakan Aisyah kepadaku tentang sakit
Rasulullah SAW?' Dia menjawab, 'Ceritakanlah!' Maka saya ceritakan kepadanya
apa yang telah dituturkan Aisyah kepada saya dan dia tidak menyangkal
sedikitpun, hanya saja dia bertanya, 'Apakah Aisyah menyebutkan kepadamu nama
orang lainnya" yang memapah Rasulullah bersama Abbas?" Saya
menjawab, Tidak.' Kata Ibnu Abbas, "Dia adalah Ali RA'" {Muslim
2/20-21}[14]
|
Pada masa pemerintahan
Khalifah Abu Bakar As-Siddiq, hal pertama yang dihadapinya adalah pemberontakan
yang dilakukan oleh beberapa kelompok Islam. Beberapa dari mereka menyatakan
dirinya keluar dari Islam karena menganggap perjanjian mereka dengan Islam
telah tuntas setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Selain kelompok murtadin, Abu
Bakar As-Sidiq pada awal masa pemerintahannya harus berjuang memberantas para
nabi-nabi palsu yang banyak bermunculan. Permasalahan juga timbul dari kalangan
internal ummat Islam yang merasa kewajiban membayar zakat merupakan kewajiban
yang tidak perlu ditunaikan lagi setelah Rasulullah SAW kembali keharibaan
Allah SWT.
beberapa contoh-contoh
kelompok yang melakukan gerakan pemberontakan ini adalah :
1. Bani
Amir, Bani Hawazan dan Bani Sulaim yang keluar dari Islam.
2. Musailamah
yang memproklamirkan diri sebagai Nabi baru.
3. Penduduk
Bahrain, Oman, Mahrah, Yaman, Hadramaut dan Kinda yang menolak membayar zakat.[15]
Pergerakan orang-orang murtad
tersebut kemudian diberantas Abu Bakar As-Siddiq dalam sebuah perang yang
dikenal dengan istilah Perang Riddah. Perang ini terjadi pada tahun ke-11 H
dan berlangsung selama kurang lebih 1
tahun . setelah perang Riddah berakhir seluruh Jazirah Arab yang sempat
terpecah karena pemberontakan kembali menjadi sebuah negara Khilafah Islam yang
berdaulat di bawah pusat komando Abu Bakar.
Meskipun terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang, Abu Bakar As-Siddiq juga
berhasil melakukan penaklukan terhadap beberapa wilayah yang memperluas cakupan
pemerintahan Islam. Salah satu diantaranya adalah penaklukan wilayah Iraq yang
meliputi Mahdhor, Ullais, Nahrud Dain, Anbar dan Ain Tamar penaklukannya
dipimpin oleh Khalid bin Walid pada tahun ke-12 H.
Abu bakar As-Siddiq semasa
pemerintahannya membagi wilayah Islam dan memberikan amanah kepada para sahabat
untuk mengurusi beberapa bidang. Beberapa diantara mereka adalah :
1. Umar bin
Khattab yang diamanahkan menjadi hakim di Madinah.
2. Abu
Ubaidah menjadi pengurus Baitul Mal.
3. Ali bin
Abi Thalib, Utsman bin Affan dan Zaid bin Zabit ditunjuk menjadi sekretaris.
4. Uttab
bin Usaid menjadi Amir kota Mekkah.
5. Utsman
bin Abi Al-Ash menjadi Amir di Thaif.
6. Al-Muhajir
bin Abi Umayyah menjadi Amir di Shun’ah.
7. Ziyad
bin Zubaid menjadi Amir di Hadramaut.
8. Abu Musa
menjadi Amir di Zubaid dan Rima’.
9. Muaz bin
Jabal menjadi Amir di Jund.
10. Al-A’la
bin Al-Hadrami menjadi Amir di Bahrain.
11. Jarir
bin Abdullah menjadi Amir di Najran.
12. Abdullah
bin Saur menjadi Amir di Jurasy.
13. Iyadh
bin Ghanm menjadi Amir di Daumatul Jandal.
14. Khalid
bin Walid diamanahkan menjadi Jenderal pemimpin pasukan untuk ekspansi ke Syam.[16]
Salah satu contoh kebijakan
Abu Bakar As-Siddiq dalam bidang politik semasa pemerintahannya nampak pada
dipindahkannya Baitul Mal yang sebelumnya berada di Shun’ah ke Madinah. Abu
Bakar juga memerintahkan agar mengurus
kebutuhan seluruh janda-janda para pasukan yang gugur di medan perang.
Hal lain yang menjadi catatan
keberhasilan periode pemerintahan Abu Bakar As-Siddiq adalah penyelesaian
penulisan Al-Qur’an ke dalam 1 mushaf yang merupakan kebijakan dari usulan Umar
bin Khattab yang khawatir dengan pelestarian Al-Qur’an setelah banyaknya
penghafal Qur’an yang wafat di medan perang.
Memasuki periode akhir
pemerintahannya, Abu Bakar berinisiatif menunjuk penggantinya. Pilihan Abu
Bakar kemudian jatuh kepada Umar bin Khattab. Kebijakan ini tentunya telah
didiskusikan dengan para tokoh sahabat terkemuka seperti Utsman bin Affan.
Diwasiatkannya jabatan
khalifah kepada Umar bin Khattab oleh Abu Bakar As-Siddiq dilakukan untuk
menjaga stabilitas pemerintahan yang telah berjalan dan menghindari perdebatan
yang pernah terjadi pada masa peralihan dari Nabi Muhammad SAW kepada Abu Bakar
As-Siddiq.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
singkat makalah ini, maka dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
1.
Abu
bakar As-Siddiq yang bernama lahir Abdus Syam bin Utsman merupakan salah satu
sahabat terbaik Rasulullah SAW. Kesigapannya menerima ajaran Islam membuat
beliau dijuluki Abu Bakar dan diganti namanya oleh Nabi SAW menjadi Abdullah.
Berbagai jejak emas berhasil ditorehkan Abu Bakar As-Siddiq, mulai dari
keteguhan imannya, kedermawannanya, ketawaduannya hingga kepemimpinannya.
2.
Pembentukan
negara Khilafah Islam pada masa pemerintahan Abu Bakar As-Siddiq dibangun atas
dasar musyawarah. Musyawarah penunjukan pengganti Nabi SAW yang wafat pada
tahun ke-11 H dilakukan di Saqifah Bani Sa’idah yang melibatkan unsur kesukuan
yang ada di Madinah. Pembay’atan atas terpilihnya Abu Bakar As-Siddiq sempat
ditolak oleh beberapa orang dari kelompok Bani Hasyim, namun pada akhirnya
seluruh masyarakat Muslim membay’at Abu Bakar As-Siddiq sebagai khalifah.
B. Saran
Marilah kita meneladani sikap
Abu Bakar As-Siddiq yang begitu istiqamah dalam menjalankan agama Islam. Beliau
tanpa keraguan menerima seluruh ajaran yang dibawa Nabi SAW. Totalitasnya dalam
membela agama Allah begitu sangat luar biasa, bahkan beliau pernah mengorbankan
seluruh hartanya untuk perang Tabuk. Dengan konsistensi beragama yang baik,
Insya Allah Islam akan kembali meraih kejayaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albani, Nashiruddin. Mukhtashar Shahih
Muslim. kampungsunnah.org. Diakses pada tanggal 03 Januari 2016 (E-book CHM)
Al-Quraibi, Ibrahim. 2009. Tarikh Khulafa.
Jakarta: Qisthi Press.
Amin, Husain Ahmad. 1995. Seratus Tokoh dalam
Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jafri. 1997. Dari Saqifah sampai Imamah.
Bandung: Pustaka Hidayah.
Mufrodi, Ali. 2010/ Islam di Kawasan Kebudayaan
Arab. Surabaya: Aneka Bahagia.
Syalabi. 1992. Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Jakarta: Pustaka Al-Husna.
[1] Ibrahim Al-Quraibi, Tarikh Khulafa (Jakarta: Qisthi Press, 2009), h. 109
[2] ibid.
[3] Husain Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1995), h. 7
[4] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Surabaya: Aneka Bahagia, 2010),
h. 47 - 48
[5] Husain Ahmad Amin, op. cit, h. 9
[6] Jafri, Dari
Saqifah sampai Imamah (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h. 245
[7] Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam (Surabaya: Pustaka
Islamika, 2003), h. 57
[8] ibid.
[9] Ali Mufrodi, op. cit, h. 49
[10] Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), h. 227
[11] Nashiruddin Al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim, kampungsunnah.org, diakses pada tanggal
03 Januari 2016 (E-book CHM)
[12] ibid.
[13] ibid.
[14] ibid.
[15] Ibrahim Al-Quraibi, op. cit, h. 230
[16] ibid,
h. 420
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Makalah - Abu Bakar As-Siddiq (Pembentukan Negara Khilafah) ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar