السلام عليكم ورحمةالله وبركاته!

Deal with the problem yourself and acknowledge existence of life, but do not let yourself be mastered. Let yourself aware of the situation of education in the form of patience, happiness, and understanding the meaning

Hadapilah masalah hidup dirimu dan akuilah keberadaannya, tetapi jangan biarkan dirimu dikuasainya. Biarkanlah dirimu menyadari adanya pendidikan situasi berupa kesabaran, kebahagiaan, dan pemahaman makna.

Senin, 14 Januari 2013

Makalah - Aliran Qadariyah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah.
Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang majemuk yang diturunkan Allah SWT melalui perantaraan rasul-Nya Muhammad SAW di muka bumi ini.
Kemajemukan islam terlihat pada beragamnya pendapat para ulama islam khususnya dalam bidang fiqih, dan hal tersebut tidak menjadi masalah selama tidak bertentangan dengan sumber hukum utama dalam islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits.
Meskipun mentolerir keberagaman, dalam hal tauhid islam tidak akan pernah mentolerir adanya keberagaman, didalam islam Allah itu Esa dan sampai kapanpun Allah tetap Esa dan jika ada pendapat yang meragukan hal tersebut maka secara otomatis ia dapat dikategorikan sebagai kafir.
Keberagamann islam juga terlihat dari banyaknya aliran teologi yang juga memiliki konsep pemikiran yang beragam bahkan ada beberapa aliran teologi yang konsep pemikirannya saling konntradiktif.
Aliran-aliran teologi tersebut didalam studi islam biasanya memiliki disiplin ilmu tersendiri yang disebut ilmu kalam. Di dalam disiplin tersebut dipelajari segala seluk beluk dari sebuah aliran teologi seperti asal usul kemunculan, tokoh pendiri, konsep ajaran, dan lain-lain.
Kemunculan aliran-aliran teologi islam tersebut memang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, namun Rasulullah menegaskan bahwa dari sekian banyak aliran tersebut hanya akan ada satu aliran yang selamat di akhirat yaitu aliran yang berpegang kepada Al Qur’an, Al Hadits, dan sunnah para sahabat.
Didalam studi ilmu kalam, banyak dipelajari aliran-aliran teologi islam seperti aliran murji’ah, aliran khawarij, aliran jabariyah, aliran mu’tazillah, aliran asy’ariyah dan lain-lain. Salah satu dari aliran-aliran teologi tersebut adalah aliran qadariyah yang akan kami bahas di dalam makalah kami ini.
B.     Rumusan masalah.
Dari paparan singkat sebelumnya, maka yang akan menjadi fokus pembahasan makalah kami ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa itu aliran qadariyah?
2.      Bagaimana awal kemunculan aliran qadariyah?
3.      Bagaimana konsep takdir menurut aliran qadariyah?
C.    Tujuan penulisan.
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penulisan makalah kami ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa itu aliran qadariyah?
2.      Bagaimana awal kemunculan aliran qadariyah?
3.      Bagaimana konsep takdir menurut aliran qadariyah?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asal usul aliran qadariyah.
Aliran qadariyah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang menjadi objek kajian dalam ilmu kalam.
Secara bahasa “kata qadariyah berasal dari kata bahasa arab yaitu qadara yang berarti kemampuan dan kekuatan[1]”.
Secara terminologi kata qadariyah didefenisikan sebagai “sebuah aliran yang mempercayai bahwa segala tindakan manusia tidak diinterfensi oleh Allah[2]”.
Harun Nasution menegaskan bahwa “aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknnya dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar tuhan[3]”.
Secara pasti belum dapat ditentukan kapan awal mula munculnya aliran qadariyah ini, akan tetapi menurut Ahmad Amin “ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689 M[4]”.
Ma’bad Al-Jauhani adalah seorang tabi’in dan pernah berguru pada Hasan Al Basri, sedangkan Ghailan Ad-Dimasyqi adalah seorang orator yang cukup handal yang berasal dari Damaskus.
Selain itu Ibnu Nabatah dan Muhammad Ibnu Syu’ib berpendapat bahwa “awal mula munculnya aliran qadariyah dimunculkan oleh orang Iraq yang bernama Susan yang pada awalnya beragama kristen yang kemudian masuk islam dan kembali memeluk agama kristen[5]”.
“w. Montgomery Watt juga menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham qadariyah terdapat dalam kitab Ar-Risalah yang ditulis oleh Hasan Al-Basri untuk khalifah Abdul Malik pada tahun 700 M[6]”. Jika pendapat ini dikaitkan dengan keterangan bahwa Ma’bat Al –Jauhani pernah berguru kepada Hasan Al Basri, besar kemungkinnan paham qadariyah awalnya dikenalkan oleh Hasan Al Basri dalam bentuk kajian-kajian keislaman dan Ma’bat Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy yang memproklamirkan paham ini dalam bentuk aliran.
Dalam perjalanannya aliran qadariyah mengalami banyak penolakan, sebab paham ini sangat kontradiktif dengan politik Bani Umayyah, sehingga kehadiran paham qadariyah di wilayah kekuasaan bani umayyah selalu mendapat tekanan, bahkan pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan pengaruh paham ini bisa dikatakan lenyap meskipun pada perkembangannya paham aliran ini kembali populer oleh aliran mu’tazilah.
Ketidak sepahaman aliran qadariyah dengan pemerintahan Bani Umayyah juga terlihat ketika Ma’bat Al-Jauhani yang merupakan pelopor aliran ini turut ambil bagian pada gerakan politik menentang Bani Umayyah bersama Abdurrahman bin Al Asy’as yang merupakan gubernur Sajistan yang masih termasuk dalamm wilayah kekuasaan Bani Umayyah, akan tetapi pada suatu pertempuran Ma’bat Al Jauhani terbunuh pada tahun 80 H.
Pasca terbunuhnya Ma’bat Al Jauhani, Ghailan Ad-Dimasyqy meneruskan perjuangan menyebarkan aliran ini. Paham qadariyah tersebar luas sampai ke Damaskus namun kembali mendapat penolakan dan larangan dari khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Setelah khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat, penyebaran aliran qadariyah kembali dilakukan, akan tetapi Ghailan Ad-Dimasyqy dihukum mati oleh khalifah Hisyam bin Malik.
B.     Ajaran-ajaran qadariyah.
Harun Nasution mengemukakan pendapat Ghailan yang menggambarkan tentang ajaran qadariyah, “bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia sendiri yang memiilih melakukan atau menjauhi sebuah perbuatan[7]”.
Pendapat lain yang dapat dijadikan gambaran tentang penjelasan mengenai ajaran qadariyah adalah pendapat yang dikemukakan oleh salah seorang pemuka qadariyah yang bernama An-Nazam, beliau menyatakan bahwa “manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya[8]”.
Dari kedua pendapat diatas dapat ditarik garis besar bahwa aliran qadariyah merupakan aliran yang berpendapat bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya sendiri, mulai dari perbuatan baik maupun perbuatan buruk dan berhak mendapat ganjaran sesuai dengan perbuatannya tersebut, jika berbuat baik akan diganjar dengan surga dan jika berbuat buruk akan diganjar dengan neraka di akhirat kelak.
Pahamm takdir yang dikembangkan oleh kaum qadariyah sangat bertolak belakang dengan konsep takdir yang umum dipahami oleh bangsa arab pada waktu itu yaitu nasib setiap orang telah ditentukan sebelumnya, dalam perbuatan-perbuatannya manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan oleh Allah sebelumnya kepada dirinya.
Sedangkan menurut qadariyah takdir adalah ketentuan yang diciptakan Allah bagi semesta alam dan seluruh isinya sejak awal yang didalam istilah Al Qur’an disebut dengan istilah sunnatullah, misalnya manusia telah ditakdirkan tidak memiliki sirip seperti ikan yang mampu berenang dengan baik di air, tapi meskipun manusia tidak memiliki sirip, manusia tetap bisa berenang dengan baik seperti ikan dengan kemampuan dan usahanya sendiri.
Selain pendapat dari para tokoh pemuka qadariyah, para pengikut paham ini memperkuat pendapat mereka dengan mengambil dalil dari Al Qur’an yaitu :
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 !$¯RÎ) $tRôtGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%ÏŠ#uŽß  4 bÎ)ur (#qèVŠÉótGó¡o (#qèO$tóム&ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. Èqô±o onqã_âqø9$# 4 š[ø©Î/ Ü>#uŽ¤³9$# ôNuä!$yur $¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ
dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek[9].(QS. Al Kahfi : 29)
!$£Js9urr& Nä3÷Gu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁB ôs% Läêö6|¹r& $pköŽn=÷VÏiB ÷Läêù=è% 4¯Tr& #x»yd ( ö@è% uqèd ô`ÏB ÏYÏã öNä3Å¡àÿRr& 3 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÏÎÈ
dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu[10].(QS. Ali Imran : 165)
3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri[11].(QS. Ar Ra’d : 11)
`tBur ó=Å¡õ3tƒ $VJøOÎ) $yJ¯RÎ*sù ¼çmç7Å¡õ3tƒ 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR 4 tb%x.ur ª!$# $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym ÇÊÊÊÈ
Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[12].(QS. An Nisaa’ : 111)
Dengan pemahaman seperti ini, tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan manusia kepada Allah. Akan tetapi, meskipun paham mereka berpijak pada dalil Al Qur’an, ada kesalahan yang cukup fatal pada paham aliran qadariyah yang membuat aliran ini dianggap sesat bahkan ada yang menganggap keluar dari ajaran islam.
Salah satu kekeliruan dari paham qadariyah ini adalah meragukan kekuasaan Allah dengan berpendapat bahwa segala perbuatan dan kemampuan manusia tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan Allah, padahal segala potensi yang dimiliki manusia semuanya berasal dari Allah.
Kekeliruan lain yang terdapat pada paham qadariyah adalah mereka melakukan pengingkaran terhadap sifat Maha Pengetahuann Allah, mereka berpendapat bahwa Allah tidak mengetahui suatu kejadian sampai kejadian itu terjadi. Hal ini tentunya jelas bahwa aliran qadariyah telah meragukan kekuasaan Allah yang Maha Mengetahui segala kejadian yang terjadi di muka bumi ini baik yang telah lalu maupun yang akan terjadi.
Doktrin paham qadariyah yang berkeyakinan bahwa manusia memiliki kuasa penuh terhadap perbuatan dan kemampuannya juga dapat menimbulkan kesombongan pada diri manusia, bahkan dapat mengarah kepada sikap para kaum orientalis yang menganggap bahwa tuhan itu tidak ada karena manusia mampu mewujudkan sesuatu yang diinginkannya dengan kemampuan dan kekuasannya sendiri tanpa adanya campur tangan tuhan.

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan makalah singkat kami ini maka dapat ditarik kesimmpulan sebagai berikut :
1.      Aliran qadariyah adalah salah satu aliran teologi islam yang berpaham bahwa segala tindakan manusia tidak diinterfensi oleh Allah melainkan atas kemampuann dan pilihan manusia itu sendiri , mau melakukan perbuatan baik atau perbuatan buruk.
2.      Secara jelas awal kemunculan aliran qadariyah belum diketahui, tapi ada beberapa sumber menjelaskan bahwa kemunculan aliran qadariyah dipelopori oleh Ma’bat Al Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy.
3.      Menurut qadariyah takdir adalah ketentuan yang diciptakan Allah bagi semesta alam dan seluruh isinya sejak awal yang didalam istilah Al Qur’an disebut dengan istilah sunnatullah, dan secara alamiah manusia tidak dapat merubahnya, tapi manusia dapat melakukan sesuatu untuk memperbaiki takdir tersebut dengan kemampuan dan kekuasaannya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Abas Sirajuddin. 1971. I’tiqad ahlussunnah wal jama’ah. Jakarta: Pustaka
tarbiyah.
Ashshiddiqi Hasbi, Dkk. 1994. Al Qur’an dan terjemahnya. Madinah: Mujammah
Al Malik fahd li thiba’ at al mush-haf asy-syarif.
Hadi Muhammad Abdul. 1992. Manhaj dan aqidah ahlussunnah wal jama’ah.
Menurut pemahaman ulama salaf. Jakarta: Gema insani press.
Nasir Sahilun. 1991. Pengantar ilmu kalam. Jakarta: Rajawali press.
Nasution Harun. 2002. Teologi islam: Aliran-aliran sejarah analisa
perbandingan. Jakarta: UI Press.
Taib Abdul Muin. 1997. Ilmu Kalam. Jakarta: Wijaya.


[1] Abdul  Muin Taib,  Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1997),  hal. 23.
[2] ibid.
[3] Harun Nasution, Teologi islam: Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan,  (Jakarta: UI Press, 2002), hal. 31.
[4] Abdul Muin Taib,  op. cit, hal. 24.
[5] Ibid.
[6] Ibid, hal. 25.
[7] Harun Nasution, loc. cit.
[8] Sahilun Nasir, Pengantar ilmu kalam, (Jakarta: Rajawali press, 1991), hal. 15.
[9] Hasbi Ashshiddiqi, Dkk, Al Qur’an dan terjemahnya, (Madinah: Mujammah Al Malik fahd li thiba’ at al mush-haf asy-syarif, 1994), hal. 448.
[10] ibid, hal. 104.
[11] Ibid, hal. 370.
[12] ibid, hal. 140.

Jika teman-teman berminat mendownload makalah ini, silahkan klik link di bawah ini untuk mendownload makalah aliran qadariyah ini secara gratis.


Baca artikel menarik lainnya :
Judul : Makalah - Aliran Qadariyah; Ditulis oleh Syarif; Rating: 5 dari 5
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Makalah - Aliran Qadariyah ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya

2 komentar:

Belajar Blog dan SEO di trikmudahseo.blogspot.com - Support www.evafashionstore.com