BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Wawasan berkaitan erat dengan
penalaran, kemampuan penalaran manusia menyebabkan manusia mampu mengembangkan wawasan
yang merupakan rahasia
kekuasaan-kekuasaannya. Manusia satu-satunya mahluk yang mengembangkan wawasan
secara sungguh-sungguh, Binatang hanya terbatas mempunyai wawasan untuk
kelangsungan hidupnya saja.
Hakikat penalaran merupakan
suatu proses berfikir dalam menarik kesimpulan yang berupa wawasan. Penalaran
menghasilkan wawasan yang dikaitkan dengan kegiatan berfikir dan bukan karena
perasaan.
Sebagai sebuah kegiatan
berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri, pertama, logika , ialah suatu pola
berfikir yang secara luas. Dengan pola yang bersifat Jamak. Kedua, ciri
penalaran adalah bersifat analitik proses berfikir ( berfikir yang menyandarkan
kepada suatu analisis dan kerangkaberfikir yang digunakan untuk analisis).
Berdasarkan uraian singkat
diatas, maka penulis tertarik membahas mengenai pembentukan wawasan dalam
persfektif filsafat ilmu.
B. Rumusan
Masalah
Dari paparan singkat pada
poin sebelumnya, maka garis besar pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut
:
1.
Bagaimana
defenisi filsafat ilmu?
2.
Bagaimana
pembentukan wawasan dalam persfektif filsafat ilmu?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1.
Defenisi
filsafat ilmu.
2.
Pembentukan
wawasan dalam persfektif filsafat ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Filsafat Ilmu
Robert
Ackermann dalam Hambali Suryo Saputro menyatakan bahwa “Filsafat ilmu adalah suatu
tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan
dengan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.”[1]
Hambali
Suryo Saputro berpendapat bahwa “Filsafat
ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta
mencoba menetapkan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu
keseluruhan.”[2]
Amsal
Baktiar merumuskan bahwa filsafat ilmu
merupakan “cabang pengetahuan filsafat ilmu yang menelaah sistematis mengenai
sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual.”[3]
Berdasarkan
pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah
kefilsafat ilmuan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang
ditinjau dari segi ontologis, epistimologi maupun aksiologisnya.
Pergerakan
yang dialami oleh wawasan sederhana
menuju pada pembenaran ilmu pengetahuan sehingga menjadi ilmu pengetahuan
diperlukan sebuah landasan dan proses sehingga ilmu pengetahuan (science atau
sains) dapat dibangun. Landasan dan proses pembangunan wawasan itu merupakan sebuah penilaian (judgement) yang
dilibatkan pada proses pembangunan ilmu pengetahuan.
Dalam pembentukan
wawasan juga diperlukan beberapa tiang penyangga agar ilmu pengetahuan dapat
menjadi sebuah paham yang mengandung makna universalitas. Beberapa tiang
penyangga dalam pembentukan wawasan itu sebenarnya berupa penilaian yang
terdiri dari ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Perlunya
penilaian dalam pembentukan wawasan alasannya adalah agar pembenaran yang
dilakukan terhadap wawasan dapat diterima sebagai pembenaran secara umum.
Sampai sejauh ini, didunia akademik anutan pembenaran ilmu pengetahuan
dilandaskan pada proses berpikir secara ilmiah. Oleh karena itu, proses
berpikir di dunia ilmiah mempunyai cara-cara tersendiri sehingga dapat
dijadikan pembeda dengan proses berpikir yang ada diluar dunia ilmiah. Dengan
alasan itu berpikir ilmiah dalam ilmu pengetahuan harus mengikuti cara filsafat
pengetahuan atau epistemologi, sementara dalam epistemologi dasar yang menjiwai
dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah disebut filsafat
ilmu.[4]
Wawasan
adalah suatu bidang studi filsafat yang objek materinya adalah wawasan dalam
berbagai jenis, bentuk dan sifatnya. Jadi meliputi pluralitas wawasan. Adapun objek formalnya berupa
hakikat ilmu pengetahuan.
B. Pembentukan
Wawasan dalam Persfektif Filsafat Ilmu
Untuk dapat mengetahui
Pembentukan wawasan melalui filsafat ilmu, ada
tiga cabang besar yang harus diketahui yaitu :
1.
Ontologi,
membicarakan hakikat (segala sesuatu) ; ini berupa wawasan tentang hakikat segala
sesuatu .
2.
Epistemologi,
cara memperoleh wawasan.
3.
Aksiologi,
membicarakan kegunaan wawasan yang diperoleh.
ONTOLOGI(TEORI HAKIKAT)
meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang sejalan
dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat ilmu
adalah tentang apa dan bagaimana .
Paham monisme yang terpecah
menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme dan pluralisme dengan
berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhirnya menentukan
pendapat bahkan keyakinan kita masing masing mengenai apa dan bagaimana (yang)
ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
EPISTEMOLOGI sebuah wawasan meliputi sumber, sarana, dan tatacara
mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan
mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan
perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal
budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman,
intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik,
sehingga dikenal adanya model
model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme
kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya.
AKSIOLOGI meliputi nilal
nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran
atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik
material.
Lebih dari itu nilai nilai
juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu kondisi yang wajib dipatuhi
dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan
ilmu.
Dalam perkembangannya
Filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu,
yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi kebudayaan untuk
menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya
bagi kehidupan.
Beberapa ukuran nilai sebuah
objek dalam tinjauan aksiologi diantaranya adalah :
1.
“Hedonisme
: sesuatu dianggap baik jika mengandung kenikmatan bagi manusia (hedon)
2.
Vitalisme
: baik buruknya ditentukan oleh ada tidaknya kekuatan hidup yang dikandung
obyek-obyek yang dinilai, manusia yang kuat, ulet, cerdas adalah manusia yang
baik.
3.
Utilitarisme
: Yang baik adalah yang berguna, jumlah kenikmatan- jumlah penderitaan = nilai
perbuatan
4.
Pragmatisma
: Yang baik adalah yang berguna secara praktis dalam kehidupan, ukuran
kebenaran suatu teori ialah kegunaan praktis teori itu, bukan dilihat secara
teoritis.”[5]
Wawasan atau ilmu pengetahuan
adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar
pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan
teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut
filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Ilmu Alam hanya bisa menjadi
pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material saja),
atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup
pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret.
Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa
jarak matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi
cocok menjadi perawat.
Ketika filsafat dihadapkan
dengan Islamisasi ilmu pengetahuan, filsafat ilmu bertugas memberi landasan
filosofi untuk minimal memahami berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu,
sampai membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Secara substantif
fungsi pengembangan tersebut memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu
masing-masing agar dapat menampilkan teori subtantif. Selanjutnya secara teknis
dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu dapat mengoprasionalkan
pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin ilmu masing-masing.
Sedangkan kajian yang dibahas
dalam filsafat ilmu adalah meliputi hakekat (esensi) wawasan, artinya filsafat
ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar wawasan seperti;
ontologi ilmu, epistimologi ilmu dan aksiologi ilmu.
Dari ketiga landasan tersebut
bila dikaitkan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan maka letak filsafat ilmu itu
terletak pada ontologi dan epistimologinya. Ontologi disini titik tolaknya pada
penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis
yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat
tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas.
Manakala realitas yang
dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala
realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh, maka lebih terarah pada
ilmu-ilmu humanoria. Sedangkan epistimologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu
pengetahuan yang di dasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran.
Objek Material filsafat ilmu
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan
itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin
ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut A. Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu
yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam
kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
1.
“Ada
yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada
pada umumnya.
2.
Ada yang
bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak
mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).”[6]
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian singkat
makalah ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Filsafat
ilmu merupakan telaah kefilsafat ilmuan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai
hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistimologi maupun
aksiologisnya.
2.
Dalam
proses pembentukan wawasan harus memperhatikan 3 komponen utama dalam fisafat
yakni ontologi, epistimologi dan aksiologi. Ketiga Ontologi terkait dengan
hakikat wawasan yang akan dibentuk, epistimologi membahas mengenai media atau
sarana proses pembentukan sebuah
wawasan, dan aksiologi yang berhubungan dengan nilai yang terkandung pada
sebuah wawasan.
DAFTAR PUSTAKA
Baktiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dardiri, A. 1986. Filsafat & Logika. Jakarta: Rajawali Press.
Jamal, Yusuf. 2000. Membangun Wawasan Bangsa Indonesia. Solo: Rajawali Cendikia.
Kumala, Arniyati. 2002. Filsafat Ilmu (Tinjauan Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi).
Surbaya: Algeri Press.
[1] Hambali Suryo Saputro, Filsafat Ilmu (Bandung: Mizan, 2001), h. 4
[2] ibid.
[3] Amsal Baktiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 6
[4] Yusuf Jamal, Membangun Wawasan Bangsa Indonesia (Solo: Rajawali Cendikia, 2000),
h. 18
[5] Arniyati Kumala, Filsafat Ilmu (Tinjauan Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi)
(Surbaya: Algeri Press, 2002), h. 32
[6] A. Dardiri, Filsafat & Logika (Jakarta: Rajawali Press, 1986), h. 31
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Makalah - Ilmu Filsafat Menuju Pembentukan Wawasan ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar