BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah.
Di Indonesia
kini telah banyak berdiri organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat, mulai dari organisasi sosial, organisasi
politik, organisasi ekonomi, organisasi keagamaan dan lain-lain.
Salah satu
organisasi yang memiliki anggota yang cukup banyak serta mempunyai pengaruh
yang sangat besar pada masyarakat adalah organisasi-organisasi keagamaan,
khususnya organisasi-organisasi islam yang notabenenya merupakan agama yang
dianut oleh mayoritas penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia misalnya NU
(Nahdatul Ulama), Muhammadiyah, DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad) dan lain-lain.
Hampir semua
organisasi-organisasi keagamaan tersebut memiliki pandangan atau paham
masing-masing yang dijadikan pedoman hidup oleh para anggota organisasi
tersebut.
B.
Rumusan
masalah.
Dari paparan
singkat yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi garis besar
pembahasan makalah ini adalah :
1. Apa pedoman hidup warga DDI?
2. Bagaimana pengaruh pedoman hidup DDI pada warga DDI?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Gambaran
umum tentang DDI.
Setting Sejarah
DDI (Darud Da’wah wal-Irsyad) sebagai organisasi dibentuk pada 1947 di Watan
Soppeng, Sulawesi Selatan, oleh para ulama sunni, tepatnya mereka yang
mengidentifikasi diri sebagai penganut faham Ahlussunah Wal-Jama’ah. Puluhan
tahun sebelumnya, para ulama ini secara masing-masing telah memiliki pondok
pesantren, atau semacamnya, yang berbasis di desa-desa.
Cikal bakal
lahirnya DDI berawal dari kepopuleran MAI Sengkang (Madrasah Arabiyah
Islamiyah) dibawah pimpinan Gurutta K. H. M. As’ad dengan sistem pendidikannya
yang sudah cukup modern dengan cepat menarik perhatian dan minat banyak orang
salah satunya adalah H. M. Yusuf Andi Dagong, Kepala Swapraja Soppeng Riaja
yang berkedudukan di Mangkoso yang pada waktu itu memohon kepada Gurutta K. H.
M. As’ad agar kiranya mengizinkan Gurutta K. H. Abd. Rahman Ambo Dalle untuk
memimpin lembaga pendidikan yang akan dibuka di Mangkoso.
Awalnya,
permohonan itu ditolak karena Anre Gurutta K. H. M. As’ad tidak menghendaki ada
cabang madrasahnya. Beliau kuatir keberadaan madrasah yang terpencar
menyulitkan kontrol sehingga dapat mempengaruhi kualitas madrasahnya. Namun,
setelah melalui negosiasi yang alot, akhirnya keputusan untuk menerima
permohonan Arung dan masyarakat Soppeng Riaja itu diserahkan kepada Gurutta
H.Abdurrahman Ambo Dalle.
Hari Rabu,
tanggal 29 Syawal 1357 H atau 21 Desember 1938 Gurutta K. H. Abdurrahman Ambo
Dalle beserta keluarga dan beberapa santri yang mengikuti dari Wajo hijrah ke
Mangkoso dengan satu tujuan, melanjutkan cita-cita dan pengabdian. Hari itu
juga Gurutta memulai pengajian dengan sistem halakah karena calon santri memang
sudah lama menunggu. Kelak momen ini dianggap bersejarah karena menjadi cikal
bakal kelahiran DDI. Sambutan pemerintah dan masyarakat setempat sangat besar, terbukti
dengan disediakannya segala fasilitas yang dibutuhkan, seperti rumah untuk
Gurutta dan keluarganya serta santri yang datang dari luar Mangkoso. Setelah
berlangsung tiga minggu, Gurutta kemudian membuka madrasah dengan tingkatan
tahdiriyah, ibtidaiyah, iddadiyah, dan tsanawiyah. Fasilitas pendidikan yang
diperlukan serta biaya hidup mereka beserta guru-gurunya ditanggung oleh Raja
sebagai penguasa setempat. Di dalam mengelola pesantren dan madrasah,
Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle dibantu oleh dua belas santri senior yang
beberapa diantaranya ikut bersama beliau dari Sengkang. Mereka adalah : Gurutta
M. Amberi Said, Gurutta H. Harun Rasyid Sengkang, Gurutta Abd. Rasyid Lapasu,
Gurutta Abd. Rasyid Ajakkang, Gurutta Burhanuddin, Gurutta M. Makki Barru,
Gurutta H. Hannan Mandalle, Gurutta Muhammad Yattang Sengkang, Gurutta M. Qasim
Pancana, Gurutta Ismail Kutai, Gurutta Abd. Kadir Balusu, dan Gurutta
Muhammadiyah. Menyusul kemudian Gurutta M. Akib Siangka, Gurutta Abd. Rahman
Mattammeng, dan Gurutta M. Amin Nashir. Lembaga itu diberi nama Madrasah
Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso, namun bukan cabang dari MAI Sengkang.
Pada tahun 1947
tepatnya pada hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H / 5 Februari 1947 M
sampai hari Jum’at 16 Rabiul Awal 1366 H / 7 Februari 1947 M, Gurutta K. H.
Abdurrahman Ambo Dalle melakukan pertemuan dengan alim ulama sesulawesi-selatan
seperti Gurutta K. H. Daud Ismail, Gurutta K. H. Abdu Pabbaja, dan lain-lain
yang berlangsung di kota Watangsoppeng yang menghasilkan keputusan untuk
membentuk organisasi dengan nama DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad) yang bergerak di
bidang pendidikan, da’wah, dan sosial kemasyarakatan dan sekaligus mengangkat
Gurutta K. H. Abdurrahman Ambo Dalle sebagai ketua dan Gurutta K. H. Abdu
Pabbaja sebagai sekertaris. Setelah pertemuan tersebut MAI Mangkoso dan seluruh
cabang-cabangnya berganti nama menjadi DDI dan Mangkoso menjadi pusat
organisasi.
Pada tahun 1950
pusat organisasi DDI dipindahkan dari Mangkoso menuju ke Pare-pare dengan
alasan “Mangkoso dirasakan sudah tidak memenuhi syarat untuk menampung kegiatan
DDI yang semakin majemuk. Sebagai pusat organisasi, Mangkoso memiliki
keterbatasan dalam menunjang kegiatan organisasi yang diperkirakan bakal lebih
maju. Dibutuhkan tempat yang lebih representatif dan lebih mudah diakses[1]”, dan
Pare-pare dianggap sebagai tempat yang pas karena secara geografis kota
Pare-pare amat strategis untuk menjadi pusat kegiatan organisasi dan
pendidikan. Terletak di tepi pantai, kota itu memiliki pelabuhan alam yang
sarat dilabuhi kapal-kapal berbagai ukuran, baik dari dalam negeri maupun dari
manca negara. Kondisi ini menunjang perkembangan DDI dalam kiprah
pengabdiannya.
Setelah pusat
organisasi dpindahkan ke Pare-pare manajemen organisasi DDI disempurnakan sesuai
dengan kebutuhan. Muktamar sebagai institusi tertinggi organisasi ditetapkan
dua tahun sekali. Badan-badan otonom didirikan, antara lain : Fityanud Da’wah
wal Irsyad (FIDI), bergerak di bidang kepanduan dan kepemudaan, Fatayat Darud
Da’wah wal Irsyad (FADI), untuk kaum putri dan pemudi, Ummahatud Da’wah wal
Irsyad (Ummmahat), bagi para Ibu. Dibentuk pula dewan perguruan yang mengatur
pengelolaan madrasah dan sekolah, termasuk pengangkatan guru-guru dan
penyusunan kurikulum. Sistem pendidikan disesuaikan dengan kemajuan zaman.
Sama halnya
dengan organisasi lain, DDI juga memiliki lambang organisasi sendiri yang
tentunya juga memiliki makna. Berikut lambang dan makna dari lambang DDI
tersebut :
·
Warna
dasar Hijau Tua melambangkan bahwa ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah
Wal-Jama’ah yang menjadi panutan Warga DDI
·
Matahari terbit warna kuning emas dengan sinar
sejumlah 25 berkas diatas lintasan pelangi warnah putih yang berisi kalimat
tauhid :
لااله الله معمد رسول الله melambangkan bahwa matahari sebagai sumber cahaya, cahaya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan ilham dari Allah SWT diturunkan kepada hamba-Nya dengan perantaraan Rasul-Nya dalam bentuk jiwa Tauhid
لااله الله معمد رسول الله melambangkan bahwa matahari sebagai sumber cahaya, cahaya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan ilham dari Allah SWT diturunkan kepada hamba-Nya dengan perantaraan Rasul-Nya dalam bentuk jiwa Tauhid
·
Bulan sabit warna puti didalamnya terdapat tulisan
huruf latin : DARUD DA’WAH WAL-IRSYAD menengadah keatas, melambangkan bahwa DDI
ini senantiasa berjalan diatas garis dan ketentuan wahyu Allah SWT.
·
Kalimat :له دعوة الحق melambangkan fungsi dan
hakekat kehadiran DDI ditengah-tengah masyarakat ; yakni berusaha mendalami
ajaran Islam dan ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin dengan tujuan
menyebarluaskan dan mengajak manusia kejalan yang diridhai Allah SWT.
·
Kalimat : دار الدعودة والأرشاد dalam bahasa Arab,
melambangkan salah satu simbol pandangan DDI bahwa untuk pengusaan ilmu
Pengetahuan Agama Islam mutlak adanya penguasaan terhadap Bahasa Arab dan
Alat-alatnya.
·
Kalimat dalam bahasa Indonesia dengan singkatan DDI
melambangkan identitas bahwa DDI sebagai organisasi Islam yang termasuk bagian
dari rakyat dan bangsa Indonesia bergerak dalam bidang Pendidikan, Dakwah dan
Sosial turut bertanggung jawab dalam menjaga keutamaan Negara Republik
Indonesia.
·
Bintang 5 (lima) warna kuning cemerlang sebanyak 5
(lima) buah terletak diufuk sinar cahaya matahari, melambangkan rukun Islam dan
Falsafah Negara Pancasila.
B. Pedoman hidup warga DDI sebagai
bagian dari individu.
Pedoman hidup
warga DDI tercermin pada anggaran dasar dan anggaran rumatangga DDI bab II
pasal 3 yaitu “DDI sebagai jam’iyah Diniyah Islamiyah beraqidah islam menurut
paham Ahlus sunnah wal jama’ah dan menurut salah satu dari mazhab; Hanafi,
Maliki, Syafi’i, dan Hambali[2]”.
Selain itu,
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa makna warna hijau tua pada lambang
DDI melambangkan bahwa ajaran islam yang berhaluan ahlussunnah wal jama’ah
menjadi panutan warga DDI semakin memperkuat bahwa pedoman hidup warga DDI
adalah paham ahlussunnah wal jama’ah.
Secara bahasa
definisi “ahlussunnah wal jama’ah terdiri dari 3 kata yaitu :
1. Ahlu
( اهــل ) yang berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
2. Sunnah ( ســنـــة )
yang berarti ajaran nabi, meliputi : ucapan/sabda, perbuatan, dan ketetapan.
Syeikh AbiAl-Fadhl
bin Abdussyakur mengatakan bahwa Ahlussunnah wal jama’ah adalah “orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi
SAW dan jalan para sahabatnya dalam masalah aqidah keagamaan, amal-amal
lahiriyah serta akhlak hati[4]”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ahlussunnah wal jama’ah
adalah ajaran yang mengikuti segala hal yang telah diajarkan dan dicontohkan
oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Sebagai
organisasi yang menganut paham ahlussunnah wal jama’ah, maka DDI senantiasa
berpegang teguh pada :
1.
Al Qur’an.
Sebagaimana
firman Allah SWT :
y7Ï9ºs Ü=»tGÅ6ø9$# w |=÷u ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`É)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
“Kitab
(Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[5]”.(QS.
Al Baqarah : 2)
2.
Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT
berfirman :
!$tBur ãNä39s?#uä ãAqß§9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
“apa
yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya[6]”.(QS.
Al Hasyr : 7)
3.
Sunnah para sahabat.
Paham
ahlussunnah wal jama’ah berpegang pada sunnah para sahabat khususnya sunnah
para khulafaur Rasyidin atas dasar pertimbangan sebagai berikut :
a. Para
sahabat adalah generasi yang hidup sezaman dengan Rasulullah SAW, mereka
mendengar langsung sabda Rasulullah SAW, melihat langsung perbuatan Rasulullah
SAW, dan menghayati sikap ketetapan Rasulullah SAW.
b. Para
sahabat adalah orang-orang yang menerima langsung ajaran agama islam dari
Rasulullah SAW, mereka sering berdialog dengan Rasulullah SAW untuk lebih
memahami ajaran islam secara mendalam dan benar.
c. Banyak
hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan kemampuan parra sahabat dalam
menjalankan dan menghayati ajaran agama islam secara murni.
4. Ijma’.
Ijma
adalah merupakan kesepakatan para ulama, dalam hal ini DDI lebih condong
mengambil pendapat kepada 4 mazhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
Ada 3 sikap yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat yang harus menjadi sikap
tiap-tiap individu penganut paham ahlussunnah wal jama’ah termasuk didalamnya
adalah warga DDI yaitu :
1. At Tawassuth yaitu sikap tengah-tengah atau tidak
ekstrim kiri atau kanan.
2. At Tawazun yaitu sikap seimbang dalam segala hal
termasuk penggunaan dalil aqli dan dalil naqli.
3.
Al
I’tidal yaitu sikap tegak lurus.
Sebagai bagian dari diri tiap individu warga DDI,
pedoman hidup ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi tiap-tiap individu
warga DDI mulai dari tingkah laku,nya, sikap, sifat, akhlak, aqidah, paradigma
berpikir dan lain-lain.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan paparan singkat makalah ini maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
1.
Pedoman
hidup warga DDI adalah paham ahlussunnah wal jama’ah yang berlandaskan pada Al
Qur’an, Sunnah Nabi Muhammad SAW, Sunnah para sahabat khususnya Khulafaur
Rasyidin, serta ijma’ (ketetapan para ulama) dengan mengikut kepada 4 imam
mazhab yaitu : Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali.
2.
Sebagai
bagian dari diri warga DDI, pedoman hidup ini senantiasa dipegang teguh oleh
para warga DDI yang akibatnya mampu memberi pengaruh kepada tiap-tiap individu
warga DDI mulai dari sikap, sifat, tingkah laku, paradigma berpikir dan
lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Badar.
Pengertian dan tafsiran lambang DDI. http://al-badar.net/pengertian-
dan-tafsiran-lambang-ddi/
Ashshiddiqi Hasbi. Dkk. 1994.
Al Qur’an dan terjemahnya. Madinah:
Mujammah
Al Malik fahd li thiba’ at al mush-haf asy-syarif.
Darisrajih. Panrita yang menembus semua zaman.
http://darisrajih.wordpress
.com/2008/04/10/panrita-yang-menembus-semua-zaman/
Jihad
Saiful. Aswaja: Faham dan pandangan
keagamaan DDI. http://ifuljihad.
blogspot.com/2008/06/aswaja-faham-dan-pandangan-keagamaan.html
Silva
Da Miftah. Pengertian ahlussunnah wal jamaah. http://www.miftakh.com
/2012/10/pengertian-ahlussunnah-wal-jamaah-aswaja.html.
Anggaran dasar, anggaran rumah tangga, program umum
dan taushiyah
(rekomendasi) Darud Da’wah wal-irsyad. Makassar: 2003.
[1]
Darisrajih, Panrita yang menembus semua
zaman,
http://darisrajih.wordpress.com/2008/04/10/panrita-yang-menembus-semua-zaman/
[2]
Anggaran dasar, anggaran rumah tangga,
program umum dan taushiyah (rekomendasi) Darud Da’wah wal-irsyad (Makassar:
2003), hal. 3.
[3]
Saiful Jihad, Aswaja: Faham dan pandangan
keagamaan DDI,
http://ifuljihad.blogspot.com/2008/06/aswaja-faham-dan-pandangan-keagamaan.html
[4]
Miftah Da Silva, Pengertian ahlussunnah
wal jamaah, http://www.miftakh.com/2012/10/pengertian-ahlussunnah-wal-jamaah-aswaja.html
[5]
Hasbi Ashshiddiqi. Dkk, Al Qur’an dan
terjemahnya, (Madinah: Mujammah Al Malik fahd li thiba’ at al mush-haf
asy-syarif, 1994), hal. 8.
[6]
ibid,
hal. 916.
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Makalah - Pedoman hidup warga DDI sebagai bagian dari individu ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar