السلام عليكم ورحمةالله وبركاته!

Deal with the problem yourself and acknowledge existence of life, but do not let yourself be mastered. Let yourself aware of the situation of education in the form of patience, happiness, and understanding the meaning

Hadapilah masalah hidup dirimu dan akuilah keberadaannya, tetapi jangan biarkan dirimu dikuasainya. Biarkanlah dirimu menyadari adanya pendidikan situasi berupa kesabaran, kebahagiaan, dan pemahaman makna.

Kamis, 24 Januari 2013

Makalah - Pedoman hidup warga DDI sebagai bagian dari individu

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah.
Di Indonesia kini telah banyak berdiri organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, mulai dari organisasi sosial, organisasi politik, organisasi ekonomi, organisasi keagamaan dan lain-lain.
Salah satu organisasi yang memiliki anggota yang cukup banyak serta mempunyai pengaruh yang sangat besar pada masyarakat adalah organisasi-organisasi keagamaan, khususnya organisasi-organisasi islam yang notabenenya merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia misalnya NU (Nahdatul Ulama), Muhammadiyah, DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad) dan lain-lain.
Hampir semua organisasi-organisasi keagamaan tersebut memiliki pandangan atau paham masing-masing yang dijadikan pedoman hidup oleh para anggota organisasi tersebut.
B.     Rumusan masalah.
Dari paparan singkat yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi garis besar pembahasan makalah ini adalah :

1.      Apa pedoman hidup warga DDI?
2.      Bagaimana pengaruh pedoman hidup DDI pada warga DDI?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Gambaran umum tentang DDI.
Setting Sejarah DDI (Darud Da’wah wal-Irsyad) sebagai organisasi dibentuk pada 1947 di Watan Soppeng, Sulawesi Selatan, oleh para ulama sunni, tepatnya mereka yang mengidentifikasi diri sebagai penganut faham Ahlussunah Wal-Jama’ah. Puluhan tahun sebelumnya, para ulama ini secara masing-masing telah memiliki pondok pesantren, atau semacamnya, yang berbasis di desa-desa.
Cikal bakal lahirnya DDI berawal dari kepopuleran MAI Sengkang (Madrasah Arabiyah Islamiyah) dibawah pimpinan Gurutta K. H. M. As’ad dengan sistem pendidikannya yang sudah cukup modern dengan cepat menarik perhatian dan minat banyak orang salah satunya adalah H. M. Yusuf Andi Dagong, Kepala Swapraja Soppeng Riaja yang berkedudukan di Mangkoso yang pada waktu itu memohon kepada Gurutta K. H. M. As’ad agar kiranya mengizinkan Gurutta K. H. Abd. Rahman Ambo Dalle untuk memimpin lembaga pendidikan yang akan dibuka di Mangkoso.
Awalnya, permohonan itu ditolak karena Anre Gurutta K. H. M. As’ad tidak menghendaki ada cabang madrasahnya. Beliau kuatir keberadaan madrasah yang terpencar menyulitkan kontrol sehingga dapat mempengaruhi kualitas madrasahnya. Namun, setelah melalui negosiasi yang alot, akhirnya keputusan untuk menerima permohonan Arung dan masyarakat Soppeng Riaja itu diserahkan kepada Gurutta H.Abdurrahman Ambo Dalle.
Hari Rabu, tanggal 29 Syawal 1357 H atau 21 Desember 1938 Gurutta K. H. Abdurrahman Ambo Dalle beserta keluarga dan beberapa santri yang mengikuti dari Wajo hijrah ke Mangkoso dengan satu tujuan, melanjutkan cita-cita dan pengabdian. Hari itu juga Gurutta memulai pengajian dengan sistem halakah karena calon santri memang sudah lama menunggu. Kelak momen ini dianggap bersejarah karena menjadi cikal bakal kelahiran DDI. Sambutan pemerintah dan masyarakat setempat sangat besar, terbukti dengan disediakannya segala fasilitas yang dibutuhkan, seperti rumah untuk Gurutta dan keluarganya serta santri yang datang dari luar Mangkoso. Setelah berlangsung tiga minggu, Gurutta kemudian membuka madrasah dengan tingkatan tahdiriyah, ibtidaiyah, iddadiyah, dan tsanawiyah. Fasilitas pendidikan yang diperlukan serta biaya hidup mereka beserta guru-gurunya ditanggung oleh Raja sebagai penguasa setempat. Di dalam mengelola pesantren dan madrasah, Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle dibantu oleh dua belas santri senior yang beberapa diantaranya ikut bersama beliau dari Sengkang. Mereka adalah : Gurutta M. Amberi Said, Gurutta H. Harun Rasyid Sengkang, Gurutta Abd. Rasyid Lapasu, Gurutta Abd. Rasyid Ajakkang, Gurutta Burhanuddin, Gurutta M. Makki Barru, Gurutta H. Hannan Mandalle, Gurutta Muhammad Yattang Sengkang, Gurutta M. Qasim Pancana, Gurutta Ismail Kutai, Gurutta Abd. Kadir Balusu, dan Gurutta Muhammadiyah. Menyusul kemudian Gurutta M. Akib Siangka, Gurutta Abd. Rahman Mattammeng, dan Gurutta M. Amin Nashir. Lembaga itu diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso, namun bukan cabang dari MAI Sengkang.
Pada tahun 1947 tepatnya pada hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H / 5 Februari 1947 M sampai hari Jum’at 16 Rabiul Awal 1366 H / 7 Februari 1947 M, Gurutta K. H. Abdurrahman Ambo Dalle melakukan pertemuan dengan alim ulama sesulawesi-selatan seperti Gurutta K. H. Daud Ismail, Gurutta K. H. Abdu Pabbaja, dan lain-lain yang berlangsung di kota Watangsoppeng yang menghasilkan keputusan untuk membentuk organisasi dengan nama DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad) yang bergerak di bidang pendidikan, da’wah, dan sosial kemasyarakatan dan sekaligus mengangkat Gurutta K. H. Abdurrahman Ambo Dalle sebagai ketua dan Gurutta K. H. Abdu Pabbaja sebagai sekertaris. Setelah pertemuan tersebut MAI Mangkoso dan seluruh cabang-cabangnya berganti nama menjadi DDI dan Mangkoso menjadi pusat organisasi.
Pada tahun 1950 pusat organisasi DDI dipindahkan dari Mangkoso menuju ke Pare-pare dengan alasan “Mangkoso dirasakan sudah tidak memenuhi syarat untuk menampung kegiatan DDI yang semakin majemuk. Sebagai pusat organisasi, Mangkoso memiliki keterbatasan dalam menunjang kegiatan organisasi yang diperkirakan bakal lebih maju. Dibutuhkan tempat yang lebih representatif dan lebih mudah diakses[1]”, dan Pare-pare dianggap sebagai tempat yang pas karena secara geografis kota Pare-pare amat strategis untuk menjadi pusat kegiatan organisasi dan pendidikan. Terletak di tepi pantai, kota itu memiliki pelabuhan alam yang sarat dilabuhi kapal-kapal berbagai ukuran, baik dari dalam negeri maupun dari manca negara. Kondisi ini menunjang perkembangan DDI dalam kiprah pengabdiannya.
Setelah pusat organisasi dpindahkan ke Pare-pare manajemen organisasi DDI disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Muktamar sebagai institusi tertinggi organisasi ditetapkan dua tahun sekali. Badan-badan otonom didirikan, antara lain : Fityanud Da’wah wal Irsyad (FIDI), bergerak di bidang kepanduan dan kepemudaan, Fatayat Darud Da’wah wal Irsyad (FADI), untuk kaum putri dan pemudi, Ummahatud Da’wah wal Irsyad (Ummmahat), bagi para Ibu. Dibentuk pula dewan perguruan yang mengatur pengelolaan madrasah dan sekolah, termasuk pengangkatan guru-guru dan penyusunan kurikulum. Sistem pendidikan disesuaikan dengan kemajuan zaman.
Sama halnya dengan organisasi lain, DDI juga memiliki lambang organisasi sendiri yang tentunya juga memiliki makna. Berikut lambang dan makna dari lambang DDI tersebut :
·         Warna dasar Hijau Tua melambangkan bahwa ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang menjadi panutan Warga DDI
·         Matahari terbit warna kuning emas dengan sinar sejumlah 25 berkas diatas lintasan pelangi warnah putih yang berisi kalimat tauhid :
لااله الله معمد رسول الله melambangkan bahwa matahari sebagai sumber cahaya, cahaya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan ilham dari Allah SWT diturunkan kepada hamba-Nya dengan perantaraan Rasul-Nya dalam bentuk jiwa Tauhid
·         Bulan sabit warna puti didalamnya terdapat tulisan huruf latin : DARUD DA’WAH WAL-IRSYAD menengadah keatas, melambangkan bahwa DDI ini senantiasa berjalan diatas garis dan ketentuan wahyu Allah SWT.
·         Kalimat :له دعوة الحق melambangkan fungsi dan hakekat kehadiran DDI ditengah-tengah masyarakat ; yakni berusaha mendalami ajaran Islam dan ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin dengan tujuan menyebarluaskan dan mengajak manusia kejalan yang diridhai Allah SWT.
·         Kalimat : دار الدعودة والأرشاد dalam bahasa Arab, melambangkan salah satu simbol pandangan DDI bahwa untuk pengusaan ilmu Pengetahuan Agama Islam mutlak adanya penguasaan terhadap Bahasa Arab dan Alat-alatnya.
·         Kalimat dalam bahasa Indonesia dengan singkatan DDI melambangkan identitas bahwa DDI sebagai organisasi Islam yang termasuk bagian dari rakyat dan bangsa Indonesia bergerak dalam bidang Pendidikan, Dakwah dan Sosial turut bertanggung jawab dalam menjaga keutamaan Negara Republik Indonesia.
·         Bintang 5 (lima) warna kuning cemerlang sebanyak 5 (lima) buah terletak diufuk sinar cahaya matahari, melambangkan rukun Islam dan Falsafah Negara Pancasila.
B.     Pedoman hidup warga DDI sebagai bagian dari individu.
Pedoman hidup warga DDI tercermin pada anggaran dasar dan anggaran rumatangga DDI bab II pasal 3 yaitu “DDI sebagai jam’iyah Diniyah Islamiyah beraqidah islam menurut paham Ahlus sunnah wal jama’ah dan menurut salah satu dari mazhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali[2]”.
Selain itu, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa makna warna hijau tua pada lambang DDI melambangkan bahwa ajaran islam yang berhaluan ahlussunnah wal jama’ah menjadi panutan warga DDI semakin memperkuat bahwa pedoman hidup warga DDI adalah paham ahlussunnah wal jama’ah.
Secara bahasa definisi “ahlussunnah wal jama’ah terdiri dari 3 kata yaitu :
1.      Ahlu  ( اهــل ) yang berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
2.      Sunnah ( ســنـــة ) yang berarti ajaran nabi, meliputi : ucapan/sabda, perbuatan, dan ketetapan.
3.      Al-Jama’ah ( الـجـمـاعـة ) yang berarti golongan mayoritas[3]”.
Syeikh AbiAl-Fadhl bin Abdussyakur mengatakan bahwa Ahlussunnah wal jama’ah adalah “orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi SAW dan jalan para sahabatnya dalam masalah aqidah keagamaan, amal-amal lahiriyah serta akhlak hati[4]”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ahlussunnah wal jama’ah adalah ajaran yang mengikuti segala hal yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Sebagai organisasi yang menganut paham ahlussunnah wal jama’ah, maka DDI senantiasa berpegang teguh pada :
1.      Al Qur’an.
Sebagaimana firman Allah SWT :
y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ  
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[5]”.(QS. Al Baqarah : 2)
2.      Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman :
!$tBur ãNä39s?#uä ãAqß§9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ  
“apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya[6]”.(QS. Al Hasyr : 7)
3.      Sunnah para sahabat.
Paham ahlussunnah wal jama’ah berpegang pada sunnah para sahabat khususnya sunnah para khulafaur Rasyidin atas dasar pertimbangan sebagai berikut :
a.       Para sahabat adalah generasi yang hidup sezaman dengan Rasulullah SAW, mereka mendengar langsung sabda Rasulullah SAW, melihat langsung perbuatan Rasulullah SAW, dan menghayati sikap ketetapan Rasulullah SAW.
b.      Para sahabat adalah orang-orang yang menerima langsung ajaran agama islam dari Rasulullah SAW, mereka sering berdialog dengan Rasulullah SAW untuk lebih memahami ajaran islam secara mendalam dan benar.
c.       Banyak hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan kemampuan parra sahabat dalam menjalankan dan menghayati ajaran agama islam secara murni.
4.      Ijma’.
Ijma adalah merupakan kesepakatan para ulama, dalam hal ini DDI lebih condong mengambil pendapat kepada 4 mazhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
Ada 3 sikap yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat yang harus menjadi sikap tiap-tiap individu penganut paham ahlussunnah wal jama’ah termasuk didalamnya adalah warga DDI yaitu :
1.      At Tawassuth yaitu sikap tengah-tengah atau tidak ekstrim kiri atau kanan.
2.      At Tawazun yaitu sikap seimbang dalam segala hal termasuk penggunaan dalil aqli dan dalil naqli.
3.      Al I’tidal yaitu sikap tegak lurus.
Sebagai bagian dari diri tiap individu warga DDI, pedoman hidup ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi tiap-tiap individu warga DDI mulai dari tingkah laku,nya, sikap, sifat, akhlak, aqidah, paradigma berpikir dan lain-lain.

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan paparan singkat makalah ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Pedoman hidup warga DDI adalah paham ahlussunnah wal jama’ah yang berlandaskan pada Al Qur’an, Sunnah Nabi Muhammad SAW, Sunnah para sahabat khususnya Khulafaur Rasyidin, serta ijma’ (ketetapan para ulama) dengan mengikut kepada 4 imam mazhab yaitu : Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali.
2.      Sebagai bagian dari diri warga DDI, pedoman hidup ini senantiasa dipegang teguh oleh para warga DDI yang akibatnya mampu memberi pengaruh kepada tiap-tiap individu warga DDI mulai dari sikap, sifat, tingkah laku, paradigma berpikir dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Badar. Pengertian dan tafsiran lambang DDI. http://al-badar.net/pengertian-
dan-tafsiran-lambang-ddi/
Ashshiddiqi Hasbi. Dkk. 1994. Al Qur’an dan terjemahnya. Madinah: Mujammah
Al Malik fahd li thiba’ at al mush-haf asy-syarif.
Darisrajih. Panrita yang menembus semua zaman. http://darisrajih.wordpress
.com/2008/04/10/panrita-yang-menembus-semua-zaman/
Jihad Saiful. Aswaja: Faham dan pandangan keagamaan DDI. http://ifuljihad.
blogspot.com/2008/06/aswaja-faham-dan-pandangan-keagamaan.html
Silva Da Miftah. Pengertian ahlussunnah wal jamaah. http://www.miftakh.com
/2012/10/pengertian-ahlussunnah-wal-jamaah-aswaja.html.
Anggaran dasar, anggaran rumah tangga, program umum dan taushiyah
(rekomendasi) Darud Da’wah wal-irsyad. Makassar: 2003.



[1] Darisrajih, Panrita yang menembus semua zaman, http://darisrajih.wordpress.com/2008/04/10/panrita-yang-menembus-semua-zaman/
[2] Anggaran dasar, anggaran rumah tangga, program umum dan taushiyah (rekomendasi) Darud Da’wah wal-irsyad (Makassar: 2003), hal. 3.
[3] Saiful Jihad, Aswaja: Faham dan pandangan keagamaan DDI, http://ifuljihad.blogspot.com/2008/06/aswaja-faham-dan-pandangan-keagamaan.html
[4] Miftah Da Silva, Pengertian ahlussunnah wal jamaah, http://www.miftakh.com/2012/10/pengertian-ahlussunnah-wal-jamaah-aswaja.html
[5] Hasbi Ashshiddiqi. Dkk, Al Qur’an dan terjemahnya, (Madinah: Mujammah Al Malik fahd li thiba’ at al mush-haf asy-syarif, 1994), hal. 8.
[6] ibid,  hal. 916.
Baca artikel menarik lainnya :
Judul : Makalah - Pedoman hidup warga DDI sebagai bagian dari individu; Ditulis oleh Syarif; Rating: 5 dari 5
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Makalah - Pedoman hidup warga DDI sebagai bagian dari individu ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belajar Blog dan SEO di trikmudahseo.blogspot.com - Support www.evafashionstore.com